Selasa, 13 Oktober 2009

PERAN PERPUSTAKAAN DI ERA INFORMASI GLOBAL Oleh ALBERTUS PRAMUKTI NARENDRA , SS Pustakawan Unika Soegijapranata Semarang

Abad sekarang ini, banyak disebut sebagai abad informasi, banyak orang
yang mengatakan bahwa orang yang tidak mengetahui informasi akan selangkah tertinggal dari orang yang selalu mengupdate informasi setiap hari, atau dengan kata lain selalu mendapatkan informasi informasi terbaru setiaphari.
Informasi tersedia dalam berbagai rupa, mulai dari yang bersifat
tradisional berupa buku, majalah, tabloid, koran dan hingga yang sudah
cukup di dalam genggaman kita, yaitu informasi yang bisa diakses real 24jam melalui hand phone yang terhubung ke internet.
Banyak pula kini bermunculan lembaga lembaga informasi yang bersifat
nirlaba atau juga yang mengkhususkan pada pelayanan professional tertentu,lembaga lembaga ini mengerti bahwa penyediaan data dan informasi yang upto date sangat dibutuhkan oleh berbagai macam keperluan baik pemerintahan
maupun untuk bisnis. Lembaga lebaga informasi tersebut bahkan menarik
ongkos khusus untuk menyediakan berbagai informasi penting, dan lembaga
lembaga pengguna tidak ragu ragu untuk mengeluarkan sejumlah biaya untukmendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan.
Salah satu lembaga yang masih eksis di dunia informasi dan amat dikenal
tugas dan fungsinya adalah Perpustakaan. Perpustakaan merupakan salah satusarana pembelajaran yang dapat menjadi sebuah kekuatan untuk mencerdaskanbangsa. Perpustakaan mempunyai peranan penting sebagai jembatan menujupenguasaan ilmu pengetahuan yang sekaligus menjadi tempat rekreasi yangmenyenangkan dan menyegarkan. Perpustakaan memberi kontribusi penting agiterbukanya informasi tentang ilmu pengetahuan. Sedangkan perpustakaanmerupakan jantung bagi kehidupan aktifitas akademik, karena dengan adanyaperpustakaan dapat diperoleh data atau informasi yang dapat digunakansebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk memperbaiki kondisi
tersebut, perpustakaan harus menjadi sarana aktif/interaktif dan menjaditempat dihasilkannya berbagai hal baru.
Untuk mewujudkan kondisi perpustakaan sesuai dengan fungsi dan peranannyamaka perpustakaan harus menyesuaikan dengan kondisi yang berkembang saatini. Lembaga perpustakaan perlu memperbarui sistem operasionalnya dariperpustakaan manual/tradisional menjadi perpustakaan yang berbasis padateknologi informasi dan komunikasi (Perpustakaan digital). Denganmenerapkan teknologi informasi dan komunikasi diharapkan setiapperpustakaan secara bertahap dapat mengejar ketinggalannya dariperpustakaan-perpustakaan yang lebih maju dan lebih modern serta dapatmengoptimalkan fungsi perpustakaan bagi masyarakat. Selain hal tersebutdiperlukan suatu manajemen pengelolaan yang sesuai dengan standarinternasional dalam mengelola perpustakaan. Karena tanpa manajemen yangbaik pekerjaan tidak akan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Perpustakaan masih mampu untuk bersaing dengan berbagai lembaga informasilain. Bila kita lihat di berbagai perpustakaan misalnya perpustakaanumum, kita temui banyak sekali anak anak, remaja, bahkan orang tua masihtekun membaca berbagai macam buku yang tersedia di perpustakaan umum,
juga di perpustakaan sekolah, masih banyak kita temui siswa siswa juga
begitu antusias untuk memanfaatkan layanan informasi di perpustakaan, danjuga di perguruan tinggi demikian juga, masih banyak mahasiswa
menjatuhkan pilihan untuk mengunjungi perpustakaan dibanding ke lembaga
informasi lain.

Era Informasi Global
Era informasi global ditandai dengan kemudahan bagi orang untuk
mengakses berbagai informasi dengan tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
Era globalisasi informasi juga ditandai dengan hadirnya teknologi
informasi yang merambah di berbagai aspek kehidupan, tak pelak juga
diperpustakaan. Tantangan dan tuntutan baru di era global dengan teknologiinformasi khususnya bagi para pekerja informasi dan lembaga informasiseperti perpustakaan adalah bagaimana perpustakaan menyalurkan informasidengan cepat, tepat dan global. Perpustakaan sebagai salah satu mediapenampung dan penyedia informasi yang keberadaannya sangat penting didunia informasi, mau tidak mau harus juga berpikir mengenai bentuk yangtepat untuk menanggapi tantangan ini.
Banyak peran yang masih bisa dimainkan oleh lembaga perpustakaan di era
informasi global. Perpustakaan memang harus menyesuaikan dengan tuntutanitu. Perpustakaan perlu mengivestasikan sejumlah besar biaya untukmembangun infrastruktur global terkait dengan teknologi informasi. Membelikomputer, printer, scanner, terhubung ke jaringan internet dan intranetmerupakan salah satu bukti bentuk fisik bahwa perpustakaan juga mengarahpada trend informasi global. Disamping penyediaan perangkat keras,dibutuhkan pula dukungan perangkat lunak seperti software software yangmendukung implementasi teknologi informasi di perpustakaan. Software yangdemikian banyak di pasaran, tentu juga membutuhkan kajian yang cukupmendalam, akan memilih software yang seperti apa yang sesuai dengankebutuhan perpustakaan masing masing. Selain itu dukungan kualitas sumberdaya manusia juga menentukan keberhasilan perpustakaan dalam implementasiteknologi informasi untuk menjawab tantangan global. Kemampuan dan dayasaing perpustakaan yang sudah membangun perangkat teknologi informasi
sangat bergantung kepada kualitas sumber daya manusianya. Dibutuhkan
berbagai pelatihan agar tenaga/staf di perpustakaan tidak dikatakan GapTekalias gagap teknologi alias tidak bisa mengoperasikan peralatan teknologiinformasi.
Kahadiran perangkat teknologi tidak akan mematikan tugas dan fungsi
perpustakaan secara pokok. Karena informasi yang melimpah di era global
juga perlu untuk diatur, dan dikelola, dipilih, dipilah, dikenali dan
didistribusikan kepada orang yang sesuai dengan isi informasi tersebut.
Tugas perpustakaan akan mengorganisasi berbagai macam nformasi,mengolahdan mendistribusikan kepada pihak pihak yang sesuai dengan informasitersebut. Ada beberapa peran yang masih diperlukan dan perpustakaan masih
mampu untuk menanganinya antara lain :
1. Perpustakaan sebagai mitra dari berbagai kalangan masyarakat yangmembutuhkan informasi yang sifatnya tercetak dan tidak membutuhkan
sentuhan teknologi tinggi
2. Perpustakaan masih punya peran sebagai salah satu tempat untuk membacadan belajar tanpa harus susah payah untuk membawa perangkat teknologi
3. Teknologi informasi di Perpustakaan sebagai alat Bantu bagi penggunauntuk menemukan sumbersumber lain sebagai pelengkap dari sebuah karya .
4. Perpustakaan masih bertugas untuk mengorganisasikan informasi tesebutagar mempunya nilai yang lebih baik bagi masyarakat
5. Perpustakaan perlu untuk memilih informasi informasi yang tidak perlu,
karena salah satunya tidak adanya kejelasan dari pencipta informasi yangtersedia di dunia maya.
6. perpustakaan masih menjadi tempat yang menyenangkan untuk salingbertemu, berdiskusi, dan bersosialisasi antar penggunanya.
Kemajuan teknologi informasi dewasa ini, perlu kita sikapi dengan pikiranyang bijak dan jernih. Kemajuan teknologi informasi disatu sisi membawaperubahan yang baik bagi masyarakat dengan kemampuan mengoperasikankomputer, menelusur informasi on line, berkomunikasi secara on line danjuga lebih murahnya tariff tertentu misalnya dalam surat menyurat. Disisilain, yang harus kita cermati adalah bahwa negara Indonesia denganpenduduk yang demikianbesar, menjadi incaran berbagai bangsa lain untukmemasarkan produknya, baik yang berkualitas maupun yang kita anggapsebagai sampah. Oleh karena itu kita perlu juga melakukan saringanterhadap informasi yang kita terima, apakah informasi itu dapatdipertangungjawabkan atau malah kita akan disesatkan oleh informasi yangkita dapat dengan tidak kita ketahui siapa yang bertanggungjawab dibalikinformasi tersebut.

PERPUSTAKAAN DESA SEBAGAI ALTERNATIF PERCEPATAN PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA PEDESAAN DI PROVINSI JAWA TENGAH *) Oleh : Urip Sihabudin, SH,MH **

Latar Belakang

Provinsi Jawa Tengah secara administratif terbagi menjadi 35 Kabupaten/Kota, yang meliputi 29 Kabupaten dan 6 Kota, serta terdiri dari 573 kecamatan yang meliputi 8.575 desa/kelurahan. Sebagai salah satu Provinsi yang mempunyai kepadatan penduduk sangat tinggi, jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 33,42 jt jiwa, dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 989 jiwa setiap kilometer persegi. Jumlah ini menempatkan Provinsi Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga dengan penduduk terbanyak setelah Jawa Timur dan Jawa Barat.

Secara proporsional jumlah penduduk terbesar adalah penduduk usia produktif atau kelompok umur angkatan kerja (15 – 64 tahun). Pada tahun 2007 angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 17.664.277 jiwa, dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja sebanyak 16.304.058 jiwa. Dengan demikian terdapat pengangguran terbuka sebanyak 1.360.219 jiwa atau 7,77 % dari jumlah angkatan kerja. Akan tetapi pada tahun 2008 angka pengangguran mengalami peningkatan dan berada pada angka 1.500.000 jiwa, sementara angka kemiskinan mencapai 19,5% atau 6.500.000 jiwa. Dari angka tersebut, 58,7 % penduduk miskin berada di perdesaan. Sedangkan penduduk penyandang buta aksara di Jawa Tengah sebagai prasyarat untuk bisa membaca dari tahun ke tahun penurunannya sangat signifikan. Jika pada tahun 2007 penduduk penyandang buta aksara sejumlah 2.591.005 orang dan tahun 2008 sejumlah 1.606.505 orang, maka berdasar hasil verifikasi bulan Nopember 2008 sekarang ini tinggal 169.492 orang.
Membandingkan antara tingkat kemiskinan dengan tingkat literacy atau melek huruf fungsional ini sungguhlah menarik, mengingat ada hubungan yang sangat erat antara keduanya. Tingkat literacy ini berbanding terbalik dengan tingkat kemiskinan. Artinya masyarakat yang mempunyai tingkat literacy rendah maka pada umumnya tingkat kemiskinan tinggi.
Provinsi Jawa Tengah sebenarnya mempunyai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sangat potensial. Akan tetapi dalam kenyataannya




*) disampaikan dalam acara Seminar Nasional Perpustakaan di UNIKA Soegijapranata Semarang pada tanggal 28 Mei 2009.
**) sebagai Kepala Badan Arsip Dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah
sumber daya manusia belum dapat dikembangkan sepenuhnya, sehingga belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara optimal. Kondisi ini terlihat dengan masih banyaknya penduduk miskin, pengangguran, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya.
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jawa Tengah perlu adanya reorientasi kebijakan pembangunan yang mengarah pada pembangunan pedesaan, mengingat desa merupakan unsur terendah yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Hal ini sesuai dengan slogan Gubernur Jawa Tengah “Bali Deso Mbangun Desa”, yang dimplementasikan dalam visi dan misi Gubernur pada tahun 2008 -2013.
Perlu diketahui bahwa lebih dari 70 % penduduk Jawa Tengah bermukim di pedesaan dengan mata pencaharian sebagian besar sebagai petani. Secara umum kondisi penduduk di pedesaan dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan dan derajat kehidupan, sehingga mengakibatkan daya saing juga masih rendah. Kondisi tersebut masih diperparah lagi dengan keterbatasan informasi, transportasi serta sarana dan prasarana yang menyebabkan kurangnya pengetahuan.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, diperlukan adanya upaya nyata dalam membangun desa melalui peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di pedesaan melalui pembangunan perpustakaan guna menumbuhkembangkan minat baca penduduk pedesaan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya peningkatan kualitas SDM guna mengoptimalkan sumber daya alam yang ada di pedesaan untuk dapat dipergunakan sebesar-besarnya bagi masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.
Perpustakaan desa menurut Keputusan menteri Dalam Negeri nomor 3 tahun 2001 tentang Perpustakaan Desa/Kelurahan yaitu wadah penyediaan bahan bacaan sebagai salah satu sumber belajar bagi masyarakat dalam rangka mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat, serta menunjang pelaksanaan pendidikan nasional. Definisi ini tentu tidaklah cukup bila mengingat fungsi perpustakaan sebagai pusat pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi. Oleh karena itu sesuai judul makalah pendekatan fungsi perpustakaan desa sebatas menyangkut fungsinya dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia pedesaan.

II. Potret Perpustakaan Desa di Jawa Tengah

Berdasarkan data di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang terbagi menjadi 35 Kabupaten/Kota, dapat digambarkan bahwa kondisi perpustakaan yang ada adalah sebagai berikut :
1. Dari jumlah 8.575 desa/kelurahan di Jawa Tengah terdapat 1.786 desa/kelurahan yang sudah memiliki perpustakaan (20,83%). Dari data tersebut hanya 1.731 perpustakaan desa/kelurahan yang layak sebagai tempat membaca (462 perpustakaan desa yang mempunyai kualifikasi baik sebagai tempat membaca dan 1.269 perpustakaan desa/kelurahan dengan kualifikasi sedang), sementara 55 perpustakaan desa/kelurahan dengan kualifikasi kurang layak.
2. Sarana dan prasarana perpustakaan yang sudah ada masih rendah dan kurang memadai, seperti : gedung, perabot/perlengkapan, koleksi bahan perpustakaan, dan lain-lain.
3. Masih rendahnya komitmen para pengambil keputusan di kabupaten/kota (eksekutif dan legislatif) dalam program pembangunan perpustakaan di pedesaan. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya alokasi anggaran untuk pengembangan perpustakaan desa di Kabupaten/Kota.
4. Terbatasnya tenaga pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa menyebabkan kurang mempunyai daya tarik.
5. Masih rendahnya minat baca masyarakat desa..
6. Masih tingginya angka kemiskinan di pedesaan menyebabkan masyarakat lebih menitikberatkan pada upaya pemenuhan hidup sehari-hari daripada membaca atau mendayagunakan perpustakaan..

III. Harapan Perpustakaan Desa di Jawa Tengah

Sebagaimana diamanatkan pasal 7 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, mewajibkan pemerintah untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai sumber belajar masyarakat. Sebagai salah satu upaya meningkatkan pembangunan bangsa adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sampai pada struktur terendah, yaitu desa/kelurahan. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Perpustakaan Desa/Kelurahan telah menetapkan suatu kebijakan untuk mengembangkan suatu sistem layanan perpustakaan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat desa yaitu melalui perpustakaan desa/kelurahan.
Desa sebenarnya memiliki potensi yang merupakan penyangga pusat-pusat pertumbuhan dengan jumlah penduduk yang relatif besar, namun dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang relatif masih rendah sehingga menyebabkan rendahnya kualitas hidup masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan maka harus dimulai dengan meningkatkan kualitas SDM-nya, antara lain melalui pendidikan formal dan non formal serta penyediaan sarana pembelajaran sepanjang hayat yaitu perpustakaan yang menyediakan bahan bacaan yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk menambah wawasan, pengetahuan dan ketrampilan.
Untuk itu, harapan yang diinginkan dalam pengembangan perpustakaan desa di Jawa Tengah ádalah :
1. Dari jumlah 8.575 desa/kelurahan di Jawa Tengah yang mempunyai perpustakaan desa/kelurahan semula 1.786 diharapkan meningkat menjadi 3.786 desa/kelurahan pada tahun 2012 dengan kualifikasi layak sebagai tempat bacaan. Disamping itu juga mulai dirintisnya pembentukan perpustakaan desa/kelurahan bagi 4789 desa/kelurahan yang belum memilikinya.
2. Tersedianya sarana dan prasarana perpustakaan yang memadai, seperti : gedung/ruang, perabot/perlengkapan, koleksi bahan perpustakaan, dan lain-lain.
3. Tingginya komitmen para pengambil keputusan di kabupaten/kota (eksekutif dan legislatif) dalam program pembangunan perpustakaan di pedesaan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya alokasi anggaran untuk pengembangan perpustakaan desa di Kabupaten/Kota.
4. Tercukupinya tenaga pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa, sehingga mempunyai daya tarik bagi perpustakaan desa sebagai salah satu tempat pembelajaran masyarakat pedesaan.
5. Meningkatnya minat baca masyarakat desa sehingga membaca diharapkan merupakan kebutuhan hidup sehari-hari.
6. Menurunnya angka kemiskinan di pedesaan sehingga mampu untuk membeli buku atau bahan bacaan yang dapat menambah ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna.

IV. Masalah/ Kendala Yang Dihadapi

Beberapa permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam upaya pengembangan perpustakaan dapat diperoleh dengan membandingkan antara potret perpustakaan desa saat ini dengan harapan perpustakaan desa pada masa yang akan datang dengan identifikasi sebagai berikut :
1. Jumlah perpustakaan desa belum sebanding dengan jumlah desa di Provinsi Jawa Tengah.
2. Terbatasnya sarana dan prasarana perpustakaan desa.
3. Rendahnya komitmen para pengambil keputusan di kabupaten/kota (eksekutif dan legislatif) dalam program pembangunan perpustakaan di pedesaan. Hal ini ditunjukkan dengan belum memadainya alokasi anggaran untuk pengembangan perpustakaan desa di Kabupaten/Kota.
4. Terbatasnya tenaga pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa.
5. Rendahnya minat baca masyarakat desa.
6. Masih tingginya angka kemiskinan di pedesaan sehingga tidak mampu untuk membeli buku atau bahan bacaan yang dapat menambah ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna.

Dari keenam permasalahan tersebut dapat dilakukan pengelompokan permasalahan berdasarkan kewenangan dan tugas pokok dan fungsi dari lembaga yang terkait dengan perpustakaan desa. Adapun hasil pengelompokan permasalahan diatas menjadi pokok masalah (issu pokok) sebagai berikut :
1. Terbatasnya jumlah, sarana dan prasarana serta minimnya pengelola dan kemampuan pengelolaan perpustakaan desa.
2. Rendahnya komitmen para pengambil keputusan dalam program pengembangan perpustakaan di pedesaan.
3. Masih tingginya angka kemiskinan di pedesaan menyebabkan rendahnya minat baca masyarakat desa.
Penyebab dari pokok masalah terbatasnya jumlah, sarana dan prasarana serta minimnya pengelola dan kemampuan pengelolaan perpustakaan desa antara lain adalah :
1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, kewenangan jumlah, sarana dan prasarana perpustakaan desa menjadi tanggung jawab Desa/Kelurahan, sedangkan terhadap kualitas pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
2. Terbatasnya anggaran yang diterima desa/kelurahan menyebabkan tidak adanya alokasi anggaran untuk pembentukan, pembinaan dan pengembangan perpustakaan desa;
3. Pembentukan kelembagaan perpustakaan desa sampai saat ini masih dianggap belum menjadi prioritas masyarakat;
Penyebab dari pokok masalah rendahnya komitmen para pengambil keputusan dalam program pengembangan perpustakaan di pedesaan antara lain adalah :
1. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya perpustakaan desa dalam upaya meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna serta minat baca yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di pedesaan;
2. Belum dipahaminya peraturan di bidang perpustakaan, informasi dan dokumentasi.
3. Kurangnya kepedulian dan pemahaman program ”bali deso mbangun deso” yang menjadi program Gubernur Jawa Tengah;
Penyebab dari pokok masalah masih tingginya angka kemiskinan di pedesaan yang menyebabkan rendahnya minat baca masyarakat desa antara lain adalah :
1. Terbatasnya modal dan peluang usaha di pedesaan;
2. Terbatasnya lapangan kerja menyebabkan banyaknya pengangguran terbuka di pedesaan;
3. Rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menyebabkan rendahnya daya saing masyarakat pedesaan.

V. Strategi Pemecahan Masalah

Dalam menyusun strategi pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah dengan menghilangkan penyebab pokok masalah antara lain :
Strategi untuk meningkatkan jumlah, sarana dan prasarana serta minimnya pengelola dan kemampuan pengelolaan perpustakaan desa anata lain adalah :
1. Mendorong pembentukan dan pengembangan termasuk penyediaan sarana dan prasarana perpustakaan desa menjadi tanggung jawab Desa/Kelurahan, sedangkan terhadap kualitas pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
2. Mendorong pengalokasian anggaran pembentukan dan pengembangan perpustakaan desa melalui dana alokasi umum desa;
3. Mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa;
4. Memprioritaskan pembentukan kelembagaan perpustakaan desa melalui sosialisasi;
Strategi untuk meningkatkan komitmen para pengambil keputusan dalam program pengembangan perpustakaan di pedesaan antara lain adalah :
1. Meningkatkan pemahaman tentang pentingnya perpustakaan desa dalam upaya percepatan peningkatan kualitas sumber daya manusia di pedesaan melalui advokasi kepada para pengambil kebijakan;
2. Meningkatkan kepedulian dan pemahaman program ”bali deso mbangun deso” bagi pengambil kebijakan di Kabupaten/Kota.
3. Meningkatkan sosialisasi kepada pengambil keputusan tentang peraturan di bidang perpustakaan.

VI. Kebijakan Pengembangan Perpustakaan Desa

Arah kebijakan pengembangan perpustakaan desa difokuskan pada pembentukan, pembinaan dan pemberdayaan perpustakaan desa di Jawa Tengah melalui beberapa hal sebagai berikut :
1. Pembentukan, pembinaan dan pemberdayaan perpustakakan desa dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan mengacu pada kewenangan yang ada pada masing-masing lembaga;
2. Meningkatkan pemahaman terhadap pentingnya perpustakaan desa sebagai pilar pembangunan nasional khususnya dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia melalui bintek/pelatihan pengelola perpustakaan desa;
3. Meningkatkan alokasi anggaran pengembangan perpustakaan desa.
VII. Upaya Yang Telah Dilakukan

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui lembaga Badan Arsip Dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah dalam upaya mendukung program Gubernur Jawa Tengah ”Bali Desa Mbangun Desa” antara lain dengan melalui :
1. Sosialisasi kepada pengambil kebijakan dan Kepala Desa di 27 Kabupaten.
2. Memberdayakan perpustakaan desa dengan memberikan bantuan buku secara rutin (setiap tahun) dengan memprioritaskan pemberian bantuan buku pada perpustakaan desa yang belum pernah memperoleh bantuan buku tetapi sudah ada rintisan pembentukan perpustakaan desa dan pemberian bantuan buku pada perpustakaan desa yang sudah berkembang dengan menyesuaikan kondisi masyarakat (karakteristik masyarakat) setempat, misalnya untuk daerah pertanian diutamakan buku-buku tentang budi daya pertanian, daerah industri diutamakan pemberian buku-buku tentang perindustrian, daerah nelayan diberikan buku-buku tentang perikanan dan budidaya kelautan, dan sebagainya, yang akan dilakukan secara bertahap dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012..
3. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan perpustakaan desa dengan mengadakan lomba perpustakaan desa yang dilakukan secara rutin setiap tahun bekerja sama dengan Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota dan unsur PKK.
4. Mendorong tumbuhnya budaya gemar membaca pada masyarakat desa.
5. Melaksanakan pelatihan pengelolaan perpustakaan bagi para pengelola perpustakaan desa dalam rangka meningkatkan pengelolaan perpustakaan desa, sebagai tindak lanjut dari pemberian bantuan buku untuk pengembangan perpustakaan desa.
6. Mensinergikan penganggaran dan pelaksanaan pengembangan perpustakaan desa antara Perpustakaan Nasional RI, Badan Arsip Dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah dan Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota.
7. Mendorong dan memperkuat Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota sebagai pembina perpustakaan desa untuk berperan serta dalam penguatan bantuan koleksi, pembinaan/pelatihan dan monitoring terhadap eksistensi perpustakaan desa.

IX. Penutup

Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa tentu bukan semata-mata menjadi tanggungjawab pemerintah saja tetapi seluruh komponen masyarakat. Pemenuhan hak atas layanan pendidikan bagi masyarakat pedesaan sebagai akibat terbatasnya akses pendidikan formal dilakukan melalui penyelenggaraan perpustakaan desa, sehingga diharapkan penyelenggaraan perpustakaan desa dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar mayarakat desa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberdayakan masyarakat yang nantinya dapat mewujudkan percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa.

Daftar Pustaka


1. Undang – Undang Dasar Tahun 1945
2. Undang – Undang Nomor 43 Tahun 2007
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
4. Kepmendagri dan Otonomi Nomor 3 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perpustakaan Desa/Kelurahan
5. Jawa Tengah Dalam Angka 2008 ”Jawa Tengah In Figures 2008” : Kerjasama Statistdengan Bappeda Provinsi Jawa Tengah dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.

PERPUSTAKAAN DESA SEBAGAI ALTERNATIF PERCEPATAN PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA PEDESAAN DI PROVINSI JAWA TENGAH *) Oleh : Urip Sihabudin, SH,MH **

Latar Belakang

Provinsi Jawa Tengah secara administratif terbagi menjadi 35 Kabupaten/Kota, yang meliputi 29 Kabupaten dan 6 Kota, serta terdiri dari 573 kecamatan yang meliputi 8.575 desa/kelurahan. Sebagai salah satu Provinsi yang mempunyai kepadatan penduduk sangat tinggi, jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 33,42 jt jiwa, dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 989 jiwa setiap kilometer persegi. Jumlah ini menempatkan Provinsi Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga dengan penduduk terbanyak setelah Jawa Timur dan Jawa Barat.

Secara proporsional jumlah penduduk terbesar adalah penduduk usia produktif atau kelompok umur angkatan kerja (15 – 64 tahun). Pada tahun 2007 angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 17.664.277 jiwa, dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja sebanyak 16.304.058 jiwa. Dengan demikian terdapat pengangguran terbuka sebanyak 1.360.219 jiwa atau 7,77 % dari jumlah angkatan kerja. Akan tetapi pada tahun 2008 angka pengangguran mengalami peningkatan dan berada pada angka 1.500.000 jiwa, sementara angka kemiskinan mencapai 19,5% atau 6.500.000 jiwa. Dari angka tersebut, 58,7 % penduduk miskin berada di perdesaan. Sedangkan penduduk penyandang buta aksara di Jawa Tengah sebagai prasyarat untuk bisa membaca dari tahun ke tahun penurunannya sangat signifikan. Jika pada tahun 2007 penduduk penyandang buta aksara sejumlah 2.591.005 orang dan tahun 2008 sejumlah 1.606.505 orang, maka berdasar hasil verifikasi bulan Nopember 2008 sekarang ini tinggal 169.492 orang.
Membandingkan antara tingkat kemiskinan dengan tingkat literacy atau melek huruf fungsional ini sungguhlah menarik, mengingat ada hubungan yang sangat erat antara keduanya. Tingkat literacy ini berbanding terbalik dengan tingkat kemiskinan. Artinya masyarakat yang mempunyai tingkat literacy rendah maka pada umumnya tingkat kemiskinan tinggi.
Provinsi Jawa Tengah sebenarnya mempunyai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sangat potensial. Akan tetapi dalam kenyataannya




*) disampaikan dalam acara Seminar Nasional Perpustakaan di UNIKA Soegijapranata Semarang pada tanggal 28 Mei 2009.
**) sebagai Kepala Badan Arsip Dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah
sumber daya manusia belum dapat dikembangkan sepenuhnya, sehingga belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara optimal. Kondisi ini terlihat dengan masih banyaknya penduduk miskin, pengangguran, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya.
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jawa Tengah perlu adanya reorientasi kebijakan pembangunan yang mengarah pada pembangunan pedesaan, mengingat desa merupakan unsur terendah yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Hal ini sesuai dengan slogan Gubernur Jawa Tengah “Bali Deso Mbangun Desa”, yang dimplementasikan dalam visi dan misi Gubernur pada tahun 2008 -2013.
Perlu diketahui bahwa lebih dari 70 % penduduk Jawa Tengah bermukim di pedesaan dengan mata pencaharian sebagian besar sebagai petani. Secara umum kondisi penduduk di pedesaan dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan dan derajat kehidupan, sehingga mengakibatkan daya saing juga masih rendah. Kondisi tersebut masih diperparah lagi dengan keterbatasan informasi, transportasi serta sarana dan prasarana yang menyebabkan kurangnya pengetahuan.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, diperlukan adanya upaya nyata dalam membangun desa melalui peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di pedesaan melalui pembangunan perpustakaan guna menumbuhkembangkan minat baca penduduk pedesaan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya peningkatan kualitas SDM guna mengoptimalkan sumber daya alam yang ada di pedesaan untuk dapat dipergunakan sebesar-besarnya bagi masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.
Perpustakaan desa menurut Keputusan menteri Dalam Negeri nomor 3 tahun 2001 tentang Perpustakaan Desa/Kelurahan yaitu wadah penyediaan bahan bacaan sebagai salah satu sumber belajar bagi masyarakat dalam rangka mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat, serta menunjang pelaksanaan pendidikan nasional. Definisi ini tentu tidaklah cukup bila mengingat fungsi perpustakaan sebagai pusat pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi. Oleh karena itu sesuai judul makalah pendekatan fungsi perpustakaan desa sebatas menyangkut fungsinya dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia pedesaan.

II. Potret Perpustakaan Desa di Jawa Tengah

Berdasarkan data di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang terbagi menjadi 35 Kabupaten/Kota, dapat digambarkan bahwa kondisi perpustakaan yang ada adalah sebagai berikut :
1. Dari jumlah 8.575 desa/kelurahan di Jawa Tengah terdapat 1.786 desa/kelurahan yang sudah memiliki perpustakaan (20,83%). Dari data tersebut hanya 1.731 perpustakaan desa/kelurahan yang layak sebagai tempat membaca (462 perpustakaan desa yang mempunyai kualifikasi baik sebagai tempat membaca dan 1.269 perpustakaan desa/kelurahan dengan kualifikasi sedang), sementara 55 perpustakaan desa/kelurahan dengan kualifikasi kurang layak.
2. Sarana dan prasarana perpustakaan yang sudah ada masih rendah dan kurang memadai, seperti : gedung, perabot/perlengkapan, koleksi bahan perpustakaan, dan lain-lain.
3. Masih rendahnya komitmen para pengambil keputusan di kabupaten/kota (eksekutif dan legislatif) dalam program pembangunan perpustakaan di pedesaan. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya alokasi anggaran untuk pengembangan perpustakaan desa di Kabupaten/Kota.
4. Terbatasnya tenaga pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa menyebabkan kurang mempunyai daya tarik.
5. Masih rendahnya minat baca masyarakat desa..
6. Masih tingginya angka kemiskinan di pedesaan menyebabkan masyarakat lebih menitikberatkan pada upaya pemenuhan hidup sehari-hari daripada membaca atau mendayagunakan perpustakaan..

III. Harapan Perpustakaan Desa di Jawa Tengah

Sebagaimana diamanatkan pasal 7 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, mewajibkan pemerintah untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai sumber belajar masyarakat. Sebagai salah satu upaya meningkatkan pembangunan bangsa adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sampai pada struktur terendah, yaitu desa/kelurahan. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Perpustakaan Desa/Kelurahan telah menetapkan suatu kebijakan untuk mengembangkan suatu sistem layanan perpustakaan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat desa yaitu melalui perpustakaan desa/kelurahan.
Desa sebenarnya memiliki potensi yang merupakan penyangga pusat-pusat pertumbuhan dengan jumlah penduduk yang relatif besar, namun dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang relatif masih rendah sehingga menyebabkan rendahnya kualitas hidup masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan maka harus dimulai dengan meningkatkan kualitas SDM-nya, antara lain melalui pendidikan formal dan non formal serta penyediaan sarana pembelajaran sepanjang hayat yaitu perpustakaan yang menyediakan bahan bacaan yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk menambah wawasan, pengetahuan dan ketrampilan.
Untuk itu, harapan yang diinginkan dalam pengembangan perpustakaan desa di Jawa Tengah ádalah :
1. Dari jumlah 8.575 desa/kelurahan di Jawa Tengah yang mempunyai perpustakaan desa/kelurahan semula 1.786 diharapkan meningkat menjadi 3.786 desa/kelurahan pada tahun 2012 dengan kualifikasi layak sebagai tempat bacaan. Disamping itu juga mulai dirintisnya pembentukan perpustakaan desa/kelurahan bagi 4789 desa/kelurahan yang belum memilikinya.
2. Tersedianya sarana dan prasarana perpustakaan yang memadai, seperti : gedung/ruang, perabot/perlengkapan, koleksi bahan perpustakaan, dan lain-lain.
3. Tingginya komitmen para pengambil keputusan di kabupaten/kota (eksekutif dan legislatif) dalam program pembangunan perpustakaan di pedesaan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya alokasi anggaran untuk pengembangan perpustakaan desa di Kabupaten/Kota.
4. Tercukupinya tenaga pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa, sehingga mempunyai daya tarik bagi perpustakaan desa sebagai salah satu tempat pembelajaran masyarakat pedesaan.
5. Meningkatnya minat baca masyarakat desa sehingga membaca diharapkan merupakan kebutuhan hidup sehari-hari.
6. Menurunnya angka kemiskinan di pedesaan sehingga mampu untuk membeli buku atau bahan bacaan yang dapat menambah ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna.

IV. Masalah/ Kendala Yang Dihadapi

Beberapa permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam upaya pengembangan perpustakaan dapat diperoleh dengan membandingkan antara potret perpustakaan desa saat ini dengan harapan perpustakaan desa pada masa yang akan datang dengan identifikasi sebagai berikut :
1. Jumlah perpustakaan desa belum sebanding dengan jumlah desa di Provinsi Jawa Tengah.
2. Terbatasnya sarana dan prasarana perpustakaan desa.
3. Rendahnya komitmen para pengambil keputusan di kabupaten/kota (eksekutif dan legislatif) dalam program pembangunan perpustakaan di pedesaan. Hal ini ditunjukkan dengan belum memadainya alokasi anggaran untuk pengembangan perpustakaan desa di Kabupaten/Kota.
4. Terbatasnya tenaga pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa.
5. Rendahnya minat baca masyarakat desa.
6. Masih tingginya angka kemiskinan di pedesaan sehingga tidak mampu untuk membeli buku atau bahan bacaan yang dapat menambah ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna.

Dari keenam permasalahan tersebut dapat dilakukan pengelompokan permasalahan berdasarkan kewenangan dan tugas pokok dan fungsi dari lembaga yang terkait dengan perpustakaan desa. Adapun hasil pengelompokan permasalahan diatas menjadi pokok masalah (issu pokok) sebagai berikut :
1. Terbatasnya jumlah, sarana dan prasarana serta minimnya pengelola dan kemampuan pengelolaan perpustakaan desa.
2. Rendahnya komitmen para pengambil keputusan dalam program pengembangan perpustakaan di pedesaan.
3. Masih tingginya angka kemiskinan di pedesaan menyebabkan rendahnya minat baca masyarakat desa.
Penyebab dari pokok masalah terbatasnya jumlah, sarana dan prasarana serta minimnya pengelola dan kemampuan pengelolaan perpustakaan desa antara lain adalah :
1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, kewenangan jumlah, sarana dan prasarana perpustakaan desa menjadi tanggung jawab Desa/Kelurahan, sedangkan terhadap kualitas pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
2. Terbatasnya anggaran yang diterima desa/kelurahan menyebabkan tidak adanya alokasi anggaran untuk pembentukan, pembinaan dan pengembangan perpustakaan desa;
3. Pembentukan kelembagaan perpustakaan desa sampai saat ini masih dianggap belum menjadi prioritas masyarakat;
Penyebab dari pokok masalah rendahnya komitmen para pengambil keputusan dalam program pengembangan perpustakaan di pedesaan antara lain adalah :
1. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya perpustakaan desa dalam upaya meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna serta minat baca yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di pedesaan;
2. Belum dipahaminya peraturan di bidang perpustakaan, informasi dan dokumentasi.
3. Kurangnya kepedulian dan pemahaman program ”bali deso mbangun deso” yang menjadi program Gubernur Jawa Tengah;
Penyebab dari pokok masalah masih tingginya angka kemiskinan di pedesaan yang menyebabkan rendahnya minat baca masyarakat desa antara lain adalah :
1. Terbatasnya modal dan peluang usaha di pedesaan;
2. Terbatasnya lapangan kerja menyebabkan banyaknya pengangguran terbuka di pedesaan;
3. Rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menyebabkan rendahnya daya saing masyarakat pedesaan.

V. Strategi Pemecahan Masalah

Dalam menyusun strategi pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah dengan menghilangkan penyebab pokok masalah antara lain :
Strategi untuk meningkatkan jumlah, sarana dan prasarana serta minimnya pengelola dan kemampuan pengelolaan perpustakaan desa anata lain adalah :
1. Mendorong pembentukan dan pengembangan termasuk penyediaan sarana dan prasarana perpustakaan desa menjadi tanggung jawab Desa/Kelurahan, sedangkan terhadap kualitas pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
2. Mendorong pengalokasian anggaran pembentukan dan pengembangan perpustakaan desa melalui dana alokasi umum desa;
3. Mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola dan pengelolaan perpustakaan desa;
4. Memprioritaskan pembentukan kelembagaan perpustakaan desa melalui sosialisasi;
Strategi untuk meningkatkan komitmen para pengambil keputusan dalam program pengembangan perpustakaan di pedesaan antara lain adalah :
1. Meningkatkan pemahaman tentang pentingnya perpustakaan desa dalam upaya percepatan peningkatan kualitas sumber daya manusia di pedesaan melalui advokasi kepada para pengambil kebijakan;
2. Meningkatkan kepedulian dan pemahaman program ”bali deso mbangun deso” bagi pengambil kebijakan di Kabupaten/Kota.
3. Meningkatkan sosialisasi kepada pengambil keputusan tentang peraturan di bidang perpustakaan.

VI. Kebijakan Pengembangan Perpustakaan Desa

Arah kebijakan pengembangan perpustakaan desa difokuskan pada pembentukan, pembinaan dan pemberdayaan perpustakaan desa di Jawa Tengah melalui beberapa hal sebagai berikut :
1. Pembentukan, pembinaan dan pemberdayaan perpustakakan desa dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan mengacu pada kewenangan yang ada pada masing-masing lembaga;
2. Meningkatkan pemahaman terhadap pentingnya perpustakaan desa sebagai pilar pembangunan nasional khususnya dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia melalui bintek/pelatihan pengelola perpustakaan desa;
3. Meningkatkan alokasi anggaran pengembangan perpustakaan desa.
VII. Upaya Yang Telah Dilakukan

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui lembaga Badan Arsip Dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah dalam upaya mendukung program Gubernur Jawa Tengah ”Bali Desa Mbangun Desa” antara lain dengan melalui :
1. Sosialisasi kepada pengambil kebijakan dan Kepala Desa di 27 Kabupaten.
2. Memberdayakan perpustakaan desa dengan memberikan bantuan buku secara rutin (setiap tahun) dengan memprioritaskan pemberian bantuan buku pada perpustakaan desa yang belum pernah memperoleh bantuan buku tetapi sudah ada rintisan pembentukan perpustakaan desa dan pemberian bantuan buku pada perpustakaan desa yang sudah berkembang dengan menyesuaikan kondisi masyarakat (karakteristik masyarakat) setempat, misalnya untuk daerah pertanian diutamakan buku-buku tentang budi daya pertanian, daerah industri diutamakan pemberian buku-buku tentang perindustrian, daerah nelayan diberikan buku-buku tentang perikanan dan budidaya kelautan, dan sebagainya, yang akan dilakukan secara bertahap dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012..
3. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan perpustakaan desa dengan mengadakan lomba perpustakaan desa yang dilakukan secara rutin setiap tahun bekerja sama dengan Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota dan unsur PKK.
4. Mendorong tumbuhnya budaya gemar membaca pada masyarakat desa.
5. Melaksanakan pelatihan pengelolaan perpustakaan bagi para pengelola perpustakaan desa dalam rangka meningkatkan pengelolaan perpustakaan desa, sebagai tindak lanjut dari pemberian bantuan buku untuk pengembangan perpustakaan desa.
6. Mensinergikan penganggaran dan pelaksanaan pengembangan perpustakaan desa antara Perpustakaan Nasional RI, Badan Arsip Dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah dan Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota.
7. Mendorong dan memperkuat Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota sebagai pembina perpustakaan desa untuk berperan serta dalam penguatan bantuan koleksi, pembinaan/pelatihan dan monitoring terhadap eksistensi perpustakaan desa.

IX. Penutup

Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa tentu bukan semata-mata menjadi tanggungjawab pemerintah saja tetapi seluruh komponen masyarakat. Pemenuhan hak atas layanan pendidikan bagi masyarakat pedesaan sebagai akibat terbatasnya akses pendidikan formal dilakukan melalui penyelenggaraan perpustakaan desa, sehingga diharapkan penyelenggaraan perpustakaan desa dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar mayarakat desa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberdayakan masyarakat yang nantinya dapat mewujudkan percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa.

Daftar Pustaka


1. Undang – Undang Dasar Tahun 1945
2. Undang – Undang Nomor 43 Tahun 2007
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
4. Kepmendagri dan Otonomi Nomor 3 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perpustakaan Desa/Kelurahan
5. Jawa Tengah Dalam Angka 2008 ”Jawa Tengah In Figures 2008” : Kerjasama Statistdengan Bappeda Provinsi Jawa Tengah dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.

CANGGIHNYA INTERNET DAN REPOTNYA PERPUSTAKAAN M. Suyanto *) (www.msuyanto.com)

1. Pendahuluan

Internet adalah sebuah jaringan global dari jaringan komputer yang menghubungkan sumberdaya-sumberdaya bisnis, pemerintah, dan institusi pendidikan menggunakan protokol TCP/IP (Transmission Control Protocol / Internet Protocol). Dari sekitar 50 juta pemakai di tahun 1997 akan meningkat menjadi 750 juta pemakai pada tahun 2007 (Turban dkk, 2002) dan menjadi 1,4 milyar pengguna pada 2008. Peralatan tanpa kabel yang mengakses internet dan integrasi televisi dan komputer akan menjadikan internet mencapai setiap rumah, bisnis, sekolah, pemerintah, dan organisasi lainnya. Internet aplikasi-aplikasi multimedia dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu pencarian, komunikasi dan kolaborasi. Pencarian meliputi “browsing” dan pengambilan informasi. Pemakai mempunyai kemampuan untuk melihat dokumen dan men-download apa saja yang mereka butuhkan. Internet juga menyediakan saluran komunikasi relatif murah dan cepat yang menjangkau pesan yang ditayangkan pada papan buletin, sampai pertukaran informasi kompleks di antara organisasi satu dengan organisasi lainnya. Aplikasi kolaborasi dapat digunakan dalam konferensi jarak jauh dan layar bersama pada sistem yang mendukung grup. Beberapa tool kolaborasi yang disebut “groupware” dapat digunakan pada internet dan jaringan lainnya. Misalnya, Lotus Notes, Novell Group Wise, Microsoft Exchange dan Netscape Communicator mendukung kolaborasi lewat e-mail, grup diskusi dan database, penjadwalan, manajemen penugasan, data, konferensi audio dan video.

2. Fasilitas Internet

Fasilitas yang tersedia di Internet pada dasarnya terdiri dari layanan e-mail, bulletin board service (Network News), file transfer (FTP), remote login (telnet), information browsing (Gopher), advanced browsing (WWW), automated title search (Archie, Veronica), automated contents search (WAIS), komunikasi audio dan video sampai teleconferencing. Di antara semua ini, email dan World Wide Web lebih kerap digunakan, dan lebih banyak servis yang dibangun berdasarkannya, seperti milis (Mailing List) dan Weblog. Internet memungkinkan adanya servis terkini (Real-time service), seperti web radio, dan webcast, yang dapat diakses di seluruh dunia. Selain itu melalui internet dimungkinkan untuk berkomunikasi secara langsung antara dua pengguna atau lebih melalui program pengirim pesan instan seperti Camfrog, Pidgin (Gaim), Trilian, Kopete, Yahoo! Messenger, MSN Messenger dan Windows Live Messenger.
E-mail atau electronic mail (surat elektronik) memiliki persamaan fungsi dengan Pos dan Giro. Perbedaan antara keduanya adalah media penyampai pesan. Kalau Pos dan Giro lewat Pak Pos, sedangkan E-mail lewat jaringan elektronik, dan pesan dikemas dalam sinyal-sinyal elek trinik. Disamping itu E-mail lebih cepat sampai kepada tujuan serta dapat mentransfer dan menerima salinan file dan dokumen, misalnya grup-grup diskusi elektronik, jurnal-jurnal elektronik, newsgroup elektronik dan dapat pula diperoleh salinan secara gratis software komputer, dan multimedia di Internet. E-mail atau electronic mail dulu dirancang agar dua manusia bisa berkomunikasi via komputer. Maka software e-mail pertama cuma menyediakan fasilitas dasar. Seorang pemakai dapat menggunakan sebuah komputer untuk mengetik suatu pesan, lalu mengirimkannya melalui Internet ke orang yang menggunakan komputer lain Namun sistem e-mail mutakhir sudah menyediakan komunikasi dan interaksi yang lebih kompleks. Misalnya dipakai untuk berkirim satu pesan sekaligus ke banyak pemakai. Atau untuk mengirim pesan yang berupa suara, teks, video dan grafis. Atau untuk mengirim sebuah pesan ke satu pemakai di jaringan yang ada di luar Internet Atau mengirimkan pesan yang kemudian dijawab oleh program komputer. Secara umum bentuk pesan dari E-mail terdiri dari dua bagian, yaitu header dan body.
Bulletin board service (NETWORK NEWS). Inilah layanan yang paling terkenal di Internet. Layanan bulletin board mungkinkan pemakai individual melakukan berbagai kegiatan
seperti :
· Memilih satu grup diskusi atau lebih yang dianggapnya menarik.
· Secara berkala mengecek untuk menentukan apakah item berita baru
Muncul di diskusi dan jika ya, membaca semua atau beberapa di antaranya.
· Mengeposkan suatu nota ke grup diskusi untuk dibaca pengakses lainya.
· Mengeposkan suatu nota untuk menjawab item yang ditulis orang lain
USENET newsgroup merupakan grup diskusi internasional.

Layanan Internet yang juga menarik adalah transfer file secara elektronis, yaitu FTP,FTP (File Transfer Protocol) digunakan untuk mentransfer satu salinan file dari sebuah disk di sebuah komputer ke komputer lain melalui Internet.Untuk bisa menggunakan FTP, pemakai harus mengaktifkan aplikasi FTP di komputer lokalnya. Caranya serupa dengan menggunakan telepon. Pemakai memanggil komputer remote dan menginstruksikan FTP untuk membentuk koneksi. Setelah koneksi terbentuk, pemakai dapat langsung berinteraksi dengan komputer remote. Si pemakai kemudian bisa mengambil daftar file yang ada di komputer remote atau file-file tertentu. Setelah langkah interaksi tersebut mengharuskan pemakai untuk memasukkan satu perintah.
Layanan remote login. Internet sebenarnya merupakan perluasan dari fasilitas login yang dipakai pada komputer timesharing lama. Layanan telnet termasuk cukup populer di antara para pemakai Internet. Pemakainya bisa menggunakan sebuah komputer untuk berinteraksi dengan program atau komputer lain. Protokol telnet akan mengatur bagaimana client menjadi tekanan tombol untuk transmisi ke server, dan bagaimana server menjadi output untuk transmisi ke client. Menemukan informasi pada Internet ternyata tidak gampang. Jutaan komputer yang terkoneksi ke Internet telah menyebabkan tugas pencarian informasi tidak mungkin berlangsung cepat, apalagi praktis. Bisa-bisa Anda menghabiskan waktu seminggu hanya untuk menemukan informasi yang tepat. Gopher menyediakan layanan browsing berbasis teks. Layanan browsing biasanya digunakan untuk
· Mencari komputer remote yang mengandung informasi yang kita anggap menarik.
· Menampilkan informasi dari komputer remote secara interaktif.
· Membaca diskripsi dari file-file yang disimpan dalam komputer remote
· Mengambil atau mencetak salinan dari informasi yang sudah dipilih.
· Menelusuri referensi yang ditemukan pada satu komputer remote ke informasi terkait yang disimpan di komputer remote lainnya.
Software yang dibutuhkan untuk keperluan ini cukup paket komunikasi seperti Bitcom, Procomm dsb.
Kalau tidak puas hanya melihat-lihat informasi teks dengan menggunakan Gopher, pemakai Internet bisa mencoba fasilitas browsing yang lebih canggih seperti WWW dengan menggunakan Netscape Navigator, Mozila Firefox atau Internet Explorer. Fasilitas untuk proses transaksi, billing, komunikasi workgroup, dan pengelolaan dokumen dan publikasi ada dalam Netscape. Layanan tersebut diberikan agar pemakai bisa :
· Mencari dan mengakses informasi pada komputer remote secara interaktif. Menampilkan teks, grafis dan image / foto dari komputer remote.
· Memainkan suara atau video tampilan dari rekaman yang disimpan di komputer remote
· Mengakses informasi dari bebrapa layanan Internet browsing dan retrievel dengan menggunakan satu mekanisme yang seragam.

Automated Title Search merupakan fasilitas otomat yang memungkinkan setiap pemakai untuk menemukan informasi tertentu pada komputer-komputer remote. Cara ini memperbolehkan seorang pemakai untuk secara otomatis mencari:
· Komputer-komputer remote yang berisi file tertentu.
· Komputer-komputer remote yang berisi program komputer atau paket program.
· Direktori gopher tertentu atau halaman tertentu dalam WWW.
Ada dua cara untuk memakai file ini. Pertama, dengan menghubungkan ke server yang menyediakan fasilitas ini dengan perintah telnet[nama server] kemudian muncul promt archie dengan perintah prog[nama file yang dicari]. Jika ditanyakan password, masukkan alnamat e-mail. Server-server yang melayani pencarian file ini misalnya, archie.rutger.edu (di Amerika Serikat), archie.au (di Australia).Cara kedua dengan menyurati server dengan E-mail dengan perintah : program file yang dicari.
Internet juga punya layanan pencarian otomat yang meneliti isi dokumen. Layanan yang disebut WAIS (Wide Area Information Server) ini dapat mencari satu set dokumen yang berisi latihan atau frasa yang kita berikan. WAIS juga memungkinkan pemakai untuk mengindentifikasi dokumen contoh dan menggunakannya untuk menemukan dokumen tambahan yang sejenis.

Sebelum seorang pemakai bisa berpartisipasi dalam layanan multimedia yang mengandung audio dan video di Internet, mereka harus menyediakan hardware khusus dan bandwidth yang memadai. Live video dan audio membutuhkan bandwidth yang tinggi karena paket audio dan video bergerak dengan cepat. Jika bandwidth tidak memadai,gambar dan suara akan tampak' membeku' lalu meloncat ke depan. Pada layanan ini ada istilah streaming audio dan streaming video.
Streaming audio memungkan program acara radio seperti musik, konferensi pers, pidato dan acara lainnya dapat ditayangkan di Internet. Sedangkan streaming video merupakan aplikasi bisnis yang lain meliputi aplikasi komunikasi, pelatihan, hiburan, periklanan dan pemasaran. Bebarapa pemasok streaming audio dan video antara lain Apple (Quick Time), Microsoft (ActiveMovie), RealNetwork (REALVideo), VDOnet, Vivo (Vivo Events), Vosaic dan Worldwide Broadcasting Network.

Electronic chat mengacu kepada suatu aturan di mana peserta saling bertukar pesan secara bersama-sama dalam waktu seketika. Industri perangkat lunak memperkirakan bahwa sekian ratus ribu situs web menyediakan jutaan chat room. Chat room terbaik versi majalah Yahoo adalah Yahoo!Chat. (chat.yahoo.com). Di dalam Yahoo! Chat terdiri dari beberapa kategori antara lain bisnis dan keaungan, komputer dan internet, komunitas dan budaya, seni dan hiburan, rumah dan keluarga, permainan, politik dan pemerintah, kesehatan, hobi dan kerajinan, film, musik, olah raga dan rekreasi, wilayah, kepercayaan dan agama, roman, pendidikan dan sekolah, ilmu pengetahuan dan remaja. Dapat dilihat pada gambar 1.10. Dapat pula melakukan chatting secara internasional meliputi Eropa, Pasifik dan Amerika. Wilayah Eropa mencakup Denmark, Perancis, Jerman, Italia, Norwegia, Spanyol, Swedia, Inggris dan Irlandia. Wilayah Pasifik mencakup Asia, Australia, Selandia Baru, Cina, Taiwan, Hongkong, India, Jepang Korea dan Singapura. Amerika mencakup Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Brazilia, Meksiko dan Kebangsaan spanyol. Desain yang bagus dan tidak terbatas dengan 23 anggota setiap room dari Yahoo! Chat juga merupakan kelebihan dibandingkan dengan pesaingnya American Online (AOL).
Chat room adalah suatu ruang pertemuan maya di mana kelompok-kelompok datang secara teratur untuk mengobrol. Chat room dapat digunakan untuk membangun sebuah komunitas sebagai sarana untuk mempromosikan kasus politis atau lingkungan, untuk memberi dukungan atas permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat, atau memberi kesempatan bagi orang-orang dengan kegemaran sama untuk saling berbagi. Dan berhubung ada banyak hubungan pelanggan-supplier yang harus tetap dipertahankan tanpa ada tatap muka, maka komunitas online semakin banyak digunakan untuk melayani berbagai kepentingan bisnis, termasuk beriklan dan lihat juga (www.roguemarket.com).
Vendor-vendor seringkali mensponsori chat room (lihatlah logonya). Kemampuan chat dapat ditambahkan ke situs bisnis secara cuma-cuma dengan membiarkan vendor perangkat lunak chat menjadi host bagi sessi anda dalam situs mereka. Anda cukup menempatkan sebuah chat link pada situs anda dan chat vendor akan mengerjakan sisanya, termasuk periklanan yang ikut menjalankan sessi tersebut.
Perbedaan pokok antara iklan yang muncul di web page statis dan yang muncul melalui chat room adalah bahwa iklan yang muncul melalui chat room akan memungkinkan pengiklan untuk memantau pesan-pesan serta membidik orang-orang yang sedang chatting secara berulang-ulang. Juga, periklanan dapat menjadi lebih tematik. Anda bisa memulai dengan satu pesan kemudian mengembangkannya menjadi klimaks, seperti yang dilakukan kalau ingin menulis cerita. Para penggemar chating selalu melihat aneka iklan pada layar mereka, sehingga mereka terikat untuk memperhatikan

3. Jaringan Intranet dan Ekstranet

Intranet adalah jaringan milik suatu perusahaan yang menerapkan teknologi dan arsitektur Internet. Internet menggunakan TCP/IP (Transport Control Protocol/Internet Protocol) yang menyebabkan komputer berbagai jenis dapat saling berhubungan dan berbagi informasi, maka Intranetpun menggunakan TCP/IP. Protokol ini memungkinkan satu komputer mengirim dan memberi alamat data ke komputer lain sekaligus memastikan pengiriman data sampai tujuan dengan selamat. Perbedaannya antara internet dan intranet adalah pada cakupan akses, cara pemakaian teknologi untuk berkomunikasi dan pemakainya. Pada internet cakupannya adalah global, komunikasi lewat saluran telekomunikasi publik, dan pemakainya siapa saja tanpa membedakan posisinya dalam kaitannya dengan isi informasi. Pada intranet, cakupannya adalah perusahaan, komunikasinya antar kelompok kerja atau departement dalam perusahaan dan pemakainya komunitas yang telah ditentukan. Sedangkan Ekstranet merupakan jaringan yang aman yang menghubungkan antara intranet perusahaan satu dengan perusahaan lainya.
Dalam perusahaan yang menerapkan internet, setiap orang dapat mengakses informasi perusahaan, berkirim pesan dan berdiskusi di meja kerja masing-masing. Personal di perusahaan dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan adanya fasilitas seperti pada internet, yaitu fasilitas Web, E-mail, Transfer File (FTP) dan News Group menjadi kerjasama antar, Departemen dapat dipermudah. Lebih menarik lagi,pemakai menggunakan komputer dan sistem operasi (platform) tidak dari pemasok tertentu.
Meskipun intranet merupakan jaringan yang dimiliki perusahaan tetapi dapat berhubungan dengan pelanggan pemasok, cabang yang berada di luar negeri (global) lewat internet. Pemakai internet ini menghemat biaya karena
tidak usah infrastruktur dari network provider luar negeri. Untuk mencegah membangun/menyewa.Pemakai luar untuk masuk dan mangacaukan data didalam internet perlu sistem "Firewall" yang membatasi intranet dan internet.
Intranet berkembang pesat di Amerika - Netscape (13/11/1945) melaporkan bahwa sebagian besar perjualan server ke perusahaan di Amerika digunakan untuk Intranet, sedangkan Wall Street Journal (7/11/1995) memperkirakan pasar infranet di Amerika akan meningkat 4 kali pada tahun 1995 dan 3 kali pada tahun 1996. Wawancara yang dilakukan Forrester Research terhadap 50 perusahaan termasuk Fortune 500 memperoleh hasil bahwa dua pertiga dari responden telah siap dan sedang mempertimbangkan, membangun infranet diperusahaannya.
Di Indonesia intranet telah digunakan oleh beberapa perusahaan maupun perguruan tinggi. Perusahaan yang banyak menggunakan intranet antara lain perusahaan komputer, telekomunikasi dan minyak skala besar, antara lain PT Berca Hardyaperkasa (hp.com), PT.Elektrindo Nusantara (en.co.id),PT.Caltex Pacific Indonesia (ptepi.com), PT Mobil Oil Indonesia (jak.mobil.com) kompas, dan radio Famale.Intranet menyebabkan proses distribusi dan pertukaran informasi antar-pemakai di dalam jaringan menjadi lebih cepat dan mudah. Dengan menggunakan client Intranet Netscape Navigator atau Microsoft Explorer, pemakai dapat berlangsung lebih cepat dan aman. Biaya untuk membangun intranet relatif murah, karena sebagian besar software aplikasinya gratis (dapat didownload) dari Internet). Disamping itu perusahaan yang menggunakan intranet akan menghemat biaya. Lee Levit dalam makalahnya disampaikan untuk INET'96 Annual Meeting di Amerika menyatakan bahwa perusahaan publikasi tradisional yang telah memanfaatkan Intranet dalam proses bisnisnya mampu mengurangi beberapa komponen biaya, seperti pengembangan isi, duplikasi, produksi dan distribusi, HBU, salah satu stasiun TV di Amerika dapat biaya ribuan dollar diakibatkan oleh pengu rangan 200-300 orang menghemat untuk tenaga penvetak, penggandaan video kaset dan distribusi kampanye, karena menerbitkan file multimedia lewat intranet.


4. World Wide Web

World Wide Web (WWW) adalah sebuah jaringan global situs internet multimedia untuk informasi, hiburan, pendidikan dan bisnis. WWW merupakan sistem hypertext yang terangkai menjadi jaringan, yang memungkinkan dokumen dibaca banyak orang melalui internet. WWW dikembangkan pertama kali di Pusat Penelitian Fisika Partikel Eropa(CERN), Jenewa, Swiss. Pada awalnya dikembangkannya web ini, untuk memudahkan para peneliti di seluruh dunia untuk mempelajari suatu dokumen tanpa harus meninggalkan negaranya.

Hypertext merupakan istilah yang diperkenalkan oleh Ted Nielson (1965). Istilah ini mengacu ke teks yang telah dihubungkan ke jaringan. Jika kita membaca hypertext kemudian kita meng-klik satu kata yang telah terhubung dengan jaringan , maka komputer kita akan menampilkan obyek yang ada di link tersebut. Link itu memberi dimensi tambahan pada teks, karena itulah dinamakan hyper.
Waktu pertama kali diluncurkan, web betul-betul berbasis teks. Baru pada tahun 1993, National Center for Supercomputer Applications (NCSA) meluncurkan sebuah Graphical User Interface (GUI) yang dinamakan Mosaic. Dengan Mosaic inilah, Web menjadi sangat mudah digunakan dan memungkinkan web page memuat gambar yang dilengkapi link audio dan video. Hal inilah yang menyebabkan Web menjadi layanan paling populer di Internet.
Pada tahun 1994, didirikanlan Netscape Communication Corporation oleh beberapa pengembang Mosaic, dan beberapa tahun kemudian sebuah program yang bernama Netscape Navigator menjadi Web browser paling populer. Microsoft juga membuat Web browser yang dinamakan Microsoft Internet Explorer, yang menyaingi Netscape Navigator. Popularitas Netscape Navigator dan Microsoft Internet Explorer, telah menurunkan kebutuhan untuk mengembangkan Mosaic dan pada tahun 1997, NSCA secara diam-diam memutuskan untuk tidak meneruskan pengembangan Mosaic dan lebih memilih berkarya di bidang teknologi maju internet lainnya. Mac menggunakan Safari dan browser yang terkenal Firefox.

5. Perpustakaan abad Internet

Peminjam perpustakaan kebanyakan tidak tahu, bagaimana menggunakan sumber daya perpustakaan secara optimal. Hal ini dapat terjadi karena oleh beberapa peminjam tidak mudah dalam berhubungan dengan anggota staf perpustakaan. Cara yang dilakukan perpustakaan biasanya menampilkan isi perpustakaan berdasarkan yang diakses yang paling banyak oleh peminjam. Sistem perpustakaan biasanya membatasi peminjam dalam jumlah yang dipinjam dan staf yang tidak terlatih dengan baik melayani peminjam. Bahkan di Amerika Serikat pada perpustakaan umum, masalah tersebut telah muncul sejak abad ke-19.
Perpustakaan biasanya menginformasikan kepada pengguna mereka, bahan pustaka apa yang tersedia dalam koleksi mereka dan cara untuk mengakses informasi tersebut. Sebelum abad komputer, digunakan kartu katalog - kabinet yang berisi banyak laci-laci yang diisi kartu indeks yang mengidentifikasikan buku-buku dan bahan lainnya. Dalam sebuah perpustakaan besar, kartu katalog sering berada dalam kamar besar. Munculnya internet, bagaimanapun, telah menyebabkan adopsi dari katalog elektronik database (sering disebut sebagai "webcats" atau sebagai online katalog akses publik, (online public access catalogs/ OPACs), yang memungkinkan pengguna untuk mencari di perpustakaan pusat dari setiap lokasi dengan akses internet. Ini merupakan gaya pemeliharaan katalog baru yang kompatibel dengan jenis perpustakaan yang baru, seperti perpustakaan digital dan perpustakaan yang terdistribusi, maupun perpustakaan lama yang telah dimodernisasi. Database elektronik katalog yang dikritisi oleh beberapa orang yang percaya bahwa sistem katalog kartu lama yang baik dan mudah untuk menavigasi dan mengizinkan penyimpanan informasi, dengan menulis secara langsung pada kartu, yang merupakan kekurangan dalam sistem elektronik. Argumen ini adalah sejalan dengan perdebatan di atas antara buku cetakan dan e-book. Sementara perpustakaan yang dituduh telah menghilangkan informasi berharga dalam kartu katalog, kebanyakan perpustakaan modern, berpindah menuju database katalog elektronik. Perpustakaan besar mungkin tersebar di beberapa bangunan yang melintang di kota, masing-masing memiliki beberapa lantai, dengan beberapa ruang dalam rumah dengan sumber daya di seluruh rangkaian rak. Setelah pengguna memiliki sumber daya yang terletak di dalam katalog, maka mereka harus menggunakan panduan navigasi untuk mengambil sumber daya fisik, proses yang dapat dibantu melalui rambu-rambu, peta, system GPS atau RFID.
Tugas utama dalam manajemen perpustakaan meliputi perencanaan pengadaan (yang mencakup bahan perpustakaan yang harus diperoleh, dengan pembelian atau lainnya), klasifikasi pustaka dari materi yang dibutuhkan, pengamanan bahan pustaka (khususnya yang langka dan rapuh serta arsip materi seperti manuskrip), bahan yang tidak dapat diakses, peminjam bahan pustaka, administrasi perpustakaan dan pengembangan sistem komputer. Dalam jangka panjang mencakup masalah perencanaan pembangunan perpustakaan yang baru atau penambahan yang sudah ada, dan pengembangan serta pelaksanaan layanan-layanan tambahan dan pengadian masyarakat. Lebih dari itu perpustakaan sebagai salah satu senjata untuk keunggulan bersaing perguruan tinggi, terutama pada abad internet ini.

DAFTAR PUSTAKA

Dwyer, F. Robert and Tanner, John F. 2006. Business Marketing : Connecting Strategy, Relationship and Learning. Third Edition. New York : McGraw-Hill.
Elsom Cook. 2001. Principles of Interactive Multimedia. New York : McGrawHill.
England, E. and Finney. A. 2002. Managing Multimedia : Project Management for Web and
Convergent Media. Addison Wesley Publishers.
Etzel, M. J., Walker, B. J. and Stanton, W. J. 2007. Marketing. Fourteenth Edition. New York : McGraw-Hill.
Ferrell, O.C. and Hartline, Michael D. 2005. Marketing Strategy. Fourth Edition. Natorp Boulevard Mason : Thomson South-Western..
Jeff Foster. 1997. Photoshop Web Magic. Hayden Books.

STANDARISASI SUMBER DAYA PERPUSTAKAAN DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI MENURUT UU NO. 43 TH 2007 TENTANG PERPUSTAKAAN 1) Oleh Supriyanto 2

1. PENDAHULUAN

Latar belakang pentingnya dibuat Undang undang perpustakaan, bahwa sesungguhnya tugas pokok dan fungsi Perpustakaan Nasional pada umumnya di setiap Negara didunia tidak ada fungsi Pembinaan. Namun demikian mengingat satu dan lain hal kondisi perpustakaan di Indonesia pada umumnya belum berkembang sebagaimana mestinya, sehingga peran Perpustakaan Nasional RI berfungsi sebagai “Perpustakaan Pembina” disamping sebagai “Pusat Jejaring Perpustakaan”, dan lain-lain. Bahkan sekarang ini diperkuat dengan Undang Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Bahwa perpustakaan Nasional RI adalah “Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai Perpustakaan Pembina, Perpustakaan Rujukan, Perpustakaan Deposit, Perpustakaan Penelitian, Perpustakaan Pelestarian dan PUSAT JEJARING PERPUSTAKAAN, serta berkedudukan di ibukota Negara”.

Sebagai Pusat jejaring perpustakaan di Indonesia, dimaksudkan memberikan akses informasi kepada seluruh masyarakat Indonesia. Salah satunya dengan dibentuknya Perpustakaan Digital Nasional (PDN), guna mewujudkan koleksi nasional yang dapat diakses secara cepat, akurat dan merata oleh pemustaka.

Keberadaaan perpustakaan digital tidak saja sebagai wujud pelaksanaan layanan yang berorientasi pada perkembangan dan tuntutan jaman, namun demikian juga sejalan dengan Manifesto International Federation for Library Asociation and Institutions (IFLA) di Glasgow, Scotlandia, 23 Agustus 2002 bahwa layanan Perpustakaan dan Informasi “merupakan lembaga dinamis yang menghubungkan manusia dengan sumber daya informasi global dan pemikiran serta karya kreatif yang mereka cari atau perlukan”. Paradigma ini mensyaratkan koleksi tercetak beralih ke dalam format elektronis atau digital.
Sebagai implementasi teknologi informasi dan komunikasi/ TIK (Information, Communication and Technology/ ICT) di perpustakaan pada umumnya dengan langkah pertama dilaksanakannya program otomasi perpustakaan.
Sumber informasi atau koleksi yang digunakan tidak selalu terbatas milik perpustakaan yang bersangkutan, dengan menggunakan teknologi jaringan dapat mengakses informasi dari berbagai sumber termasuk perpustakaan di luar negeri. Disamping penyebarluasan informasi koleksi yang menjangkau publik dimanapun mereka berada yang tidak mengenal waktu dan tempat.

Lebih lanjut dalam kesempatan Unesco Expert Meeting on the World Digital Library (WDL) pada tanggal 1 Desember 2005 yang membahas inisiatif pembangunan WDL menghendaki Perpustakaan Nasional RI sebagai fasilitator nasional pembangunan perpustakaan digital di Indonesia. Gayung bersambut dalam kesempatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada tanggal 5 Oktober 2007 dengan Komisi X DPR RI mendukung Perpustakaan Nasional RI memprioritaskan pembangunan perpustakaan Digital (disamping Perpustakaan Desa/ Kelurahan).


2. STANDARDISASI PERPUSTAKAAN

Untuk bisa melaksanakan dan memiliki kemampuan mengoperasionalkan layanan perpustakaan baik tradisional maupun modern sesuai dengan perkembangan dan tuntutan perkembangan jaman, dengan kata lain perkembangan TIK dan salah satunya Perpustakaan Digital, tentu saja diperlukan standardisasi perpustakaan. Untuk itulah dalam Undang undang perpustakaan juga diatur lebih lanjut tentang standar-standar yang diperlukan dalam kerangka pengembangan perpustakaan.

Standar perpustakaan diharapkan dan dimaksudkan sebagai acuan penyelenggaraan, pengelolaan dan pengembangan perpustakaan. Pengaturan standar secara nasional dilakukan dalam rangka membangun sistem masyarakat yang mampu mendorong, meningkatkan dan menjamin mutu barang dan /atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam kawasan pasar global. Dengan demikian sistem tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing bangsa dipasar global atau Internasional.

Standar menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah sesuatu yang dipakai sebagai contoh atau dasar yang sah bagi ukuran, takaran, dan timbangan.

Lebih lanjut dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang dimaksud dengan Standar adalah dokumen yang memuat ketentuan/ kriteria minimal yang disusun melalui proses konsensus pemangku kepentingan dan disetujui oleh lembaga resmi yang telah diakui, yang memuat aturan, pedoman, atau karakteristik kegiatan atau hasil kegiatan untuk dipergunakan secara umum dan berulang-ulang dengan tujuan mencapai tingkat keteraturan yang optimum dalam kontek.
Standarisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak terkait.

Standar Nasional Perpustakaan berfungsi sebagai acuan penyelenggaraan, pengelolaan dan pengembangan perpustakaan. Standar Nasional Perpustakaan bertujuan menjamin mutu perpustakaan dalam rangka memberikan pelayanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Adapun lingkup Standar Nasional Perpustakaan, yang dikehendaki dalam Undang undang meliputi 6 standar, sbb. :

a. Standar koleksi perpustakaan;
b. Standar sarana dan prasarana perpustakaan;
c. Standar pelayanan perpustakaan;
d. Standar tenaga perpustakaan;
e. Standar penyelenggaraan perpustakaan; dan
f. Standar pengelolaan.

Prinsip Standar Nasional Perpustakaan, yaitu Perpustakaan dikembangkan dengan prinsip transparansi dan keterbukaan, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren dan dimensi pengembangan.
Untuk menjamin keberlangsungan pertumbuhan dan menjaga konsistensi kualitas kegiatan dalam pengembangan dan penerapan standar nasional perpustakaan dan standar teknis perpustakaan, perlu ditangani secara serius dan professional oleh suatu unit kerja khusus sistem standardisasi perpustakaan dilingkungan Perpustakaan Nasional RI. Disamping itu untuk mengefektifkan kelembagaan dan menekan beban Negara, Perpustakaan Nasional wajib memanfaatkan, mengembangkan dan melakukan kerjasama dengan lembaga lain yang memiliki kekuatan hukum untuk menangani dan bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional seperti Badan Standardisasi Nasional (BSN), Badan Nasional Standar Profesi (BNSP) Departemen Tenaga Kerja, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Departemen Pendidikan Nasional.

Nampak dalam gambar Sistem Standardisasi Di Indonesia, sbb.:


Gambar 1 : Sistem Standardisasi

Sekedar membandingkan dan untuk dicermati lanjut dengan terbitnya ISO 11620-1998 tentang indikator kinerja Perpustakaan pada tahun 1998 (International for Standardization 1998) merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu dan menjadi rujukan dalam penyusunan pedoman untuk mengevaluasi kinerja perpustakaan (Sri Purnomowati, 2007). Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2000 PDII-LIPI melakukan kegiatan pemilihan indikator kinerja perpustakaan yang bertujuan untuk menentukan indikator kinerja yang sesuai untuk mengukur kinerja PDII-LIPI.


Hasil pembahasan oleh sebuah tim kerja beranggotakan 16 orang perwakilan dari Bidang/Bagian yang ada di PDII-LIPI berhail dipilih 15 indikator diantara 29 indikator yang tersedia dalam ISO 11620-1998, yaitu 1. Kepuasan Pemakai; 2. Persentasi Target Populasi Yang Dicapai; 3. Kunjungan Ke Perpustakaan Per Kapita; 4. Ketersediaan Judul Dokumen; 5. Penggunaan Di Perpustakaan Per Kapita; 6. Tingkat Penggunaan Dokumen; 7. Peminjaman Per Kapita; 8. Tingkat Ketepatan Jawaban; 9. Tingkat Keberhasilan Penelusuran Melalui Katalog Judul; 10. Tingkat Keberhasilan Penelusuran Melalui Katalog Subyek; 11. Ketersediaan Fasilitas; 12. Tingkat Penggunaan Fasilitas; 13. Tingkat Keterisian Kursi; 14. Ketersediaan Sistem Otomasi; dan 15. Waktu Median Dokumen.

Standar Internasional ISO 11620-1998 mengenai indikator kinerja perpustakaan yang resmi diterbitkan pada tahun 1998 tersebut, dapat digunakan untuk mengukur kinerja semua jenis perpustakaan. Pengukuran indikator kinerja perpustakaan dimaksudkan untuk membandingkan kinerja suatu perpustakaan dari waktu ke waktu atau dengan alasan yang sangat kuat, dapat juga digunakan untuk membandingkan kinerja perpustakaan yang satu dengan yang lain dengan mempertimbangkan perbedaaan misi perpustakaan, indikator yang digunakan dan hati-hati dalam mengintepretasikan data.


3. BEBERAPA PERMASALAHAN

Seharusnya perpustakaan di Republik ini maju, tumbuh dan berkembang, oleh karena sejak awal para pendiri bangsa (founding fathers) ini sudah memikirkan arti penting perpustakaan.
Jauh sebelum Perpustakaan Nasional RI lahir sejak awal kemerdekaan, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) waktu itu sudah menyiapkan Biro Perpustakaan yang berkembang menjadi Pusat Pembinaan Perpustakaan sebelum bergabung dengan Perpustakaan Nasional RI.
Secara parsial peraturan perundangan berbagai jenis perpustakaan telah lahir, dari perpustakaan negara di daerah sebagai perpustakaan pembina di daerah sekaligus berperan sebagai perpustakaan umum seperti Perpustakaan Negara Yogyakarta menjelang 1950, awal 1950 Semarang, Padang, Ambon, dan seterusnya yang berkembang menjadi Perpustakaan Wilayah (Perpuswil), Perpustakaan Daerah (Perpusda) sampai Perpustakaan Nasional Provinsi (Perpusnasprov). Dan sekarang setelah era otonomi dengan berbagai macam nomenklatur, dan macam ragam bergabung dengan berbagai instansi. Belum lagi Perpustakaan Khusus, Perpustakaan Perguruan Tinggi dan Perpustakaan Sekolah.

Pada umumnya masih menganggap perpustakaan sebagai sarana pendukung, bahkan sebagai pelengkap penderita. Menurut Kepala Auditor System & Services Certification (SGS) Internasional, sebagai lembaga sertifikasi ISO di Indonesia Sholichin A Darmawan (2009) mengatakan, umumnya kampus memandang perpustakaan hanya sebagai sarana pendukung, bukan lembaga yang bias dikembangkan secara mandiri. “Sebagai fasilitas pendukung, akhirnya perpustakaan tidak bias berkembang dengan baik untuk mencapai delapan standard yang ditentukan” ujarnya seusai penyerahan ISO 9001-2008 di Perpustakaan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta 2 Mei 2009.
Padahal sesungguhnya perpustakaan sebagai lembaga yang secara mandiri dapat dikembangkan. Bahkan dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota, bahwa perpustakaan adalah merupakan salah satu urusan wajib (bukan lagi urusan pilihan), yang semestinya harus dilaksanakan dan “berdosa” kalau tidak dilaksanakan.

Tengok saja beban kerja dan kegiatan kepustakaan dan kepustakawanan yang diwadahi dalam wujud organisasi kelembagaan perpustakaan, sebagaimana diakui dalam UU bahwa yang dimaksud dengan Perpustakaan, adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/ atau karya rekam secara professional dengan sistem baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Artinya bahwa perpustakaan sebagai lembaga profesional dengan sistem baku, tetapi ternyata apresiasi dan kenyataan di lapangan belum sebaik yang diinginkan. Demikian juga tatkala lembaga perpustakaan sebagai lembaga profesional, artinya juga harus diurus oleh orang-orang yang profesional, bukan pegawai-pegawai unskill (tidak terpakai apalagi pegawai buangan) ditempatkan di perpustakaan. Dikehendaki dalam Undang Undang, bahwa Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/ atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Artinya bahwa seorang pustakawan memiliki kompetensi, seorang akademisi dan pada saatnya nanti juga disertifikasi.

Permasalahan umum pada era otonomi, era demokratisasi belum lagi tuntutan dan perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi setiap peraturan perundang- undangan apapan bentuknya jelas merupakan sebuah gagasan, ide yang sudah semestinya merupakan dinamika yang berkembang baik, namun demikian ternyata masih memunculkan beberapa permasalahan-permasalahan umum sebagai bagian dari representasi peradaban/ budaya bangsa, antara lain :

a. Belum terwujudnya transparansi dan keterbukaan; mulai tahap program, perumusan sampai dengan tahap penetapan.
b. Konsensus dan tidak memihak; dengan kata lain dapat menyalurkan kepentingan dan perlakuan secara adil.
c. Efektif dan relevan, dimana memperhatikan dan mefasilitasi kebutuhan-kebutuhan pasar dalam hal ini kebutuhan pemustaka (pengunjung, pemakai) dan pegawai perpustakaan (pustakawan).
d. Koheren, artinya tidak terisolasi dengan perkembangan dan tuntutan jaman baik nasional, global ataupun internasional.
e. Dimensi pengembangan, dengan memperhatikan kepentingan public (masyarakat) dan nasional dalam meningkatkan daya saing bangsa.

Permasalahan-permasalahan umum yang mengemuka tersebut, dilingkungan masyarakat pada umumnya dan perpustakaan sendiri mau tidak mau juga muncul permasalahan khusus, seperti terbatasnya terbitan/ publikasi (Indonesiaku kurang buku), perkembangan dan tuntutan teknologi, informasi dan komunikasi, keterbatasan keberaksaraan informasi (Information literacy), dan lain sebagainya.
Sedikit tentang perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi dapat digambarkan perkembangan dari perpustakaan tradisional menuju perpustakaan modern atau perpustakaan digital, dapat diilustrasikan gambar berikut.


Gambar 2 : Perkembangan TIK


4. PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK)

Misi sederhana sebuah perpustakaan adalah bagaimana memberikan layanan dan memberdayakan koleksi bahan pustaka, artinya bahwa tatkala sudah ada buku (baca Informasi) carikan pembacanya, dan tatkala ada pembacanya carikan bukunya (informasinya). Misi ini dapat terselenggara dengan baik tatkala kebiasaan membaca sudah baik, sebaliknya misi ini dapat terwujud dengan baik tatkala terselenggara ketersediaan buku (informasi) yang diperlukan, kenyamanan, kemudahan, dan sebagainya.

Dalam Undang undang diatur bagaimana koleksi perpustakaan agar lebih berdaya guna dan berhasil guna, bahwa :

a. Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
b. Pengembangan koleksi perpustakaan sebagaimana dimaksud pada (a) tersebut dilakukan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
c. Bahan perpustakaan yang dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan disimpan sebagai koleksi khusus Perpustakaan Nasional.
d. Koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada (c) tersebut digunakan secara terbatas.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada (c) tersebut dan penggunaan secara terbatas sebagaimana dimaksud pada (d) tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Demikian juga bagaimana pengelola perpustakaan atau Pustakawan dapat memperlakukan Layanan Perpustakaan, sbb.:

a. Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pemustaka.
b. Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan berdasarkan standar nasional perpustakaan.
c. Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
d. Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada (a) tersebut dikembangkan melalui pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka.
e. Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka.
f. Layana perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama antar perpustakaan.
g. Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada (f) tersebut dilaksanakan melaui jejaring telematika.


Dalam kerangka pendayagunaan koleksi dan layanan perpustakaan setiap perpustakaan wajib memiliki sarana dan prasarana perpustakaan; yang memenuhi persyaratan aspek teknologi, kontribusi, lingkungan, efektifitas, efisiensi dan kecukupan. Khususnya sarana dan prasarana layanan dalam kerangka akses informasi sekurang-kurangnya berupa perabot, peralatan, perlengkapan sistem temu kembali bahan perpustakaan dan informasi. Sarana TIK, dapat dilengkapi guna pengelolaan koleksi, penyelengaraan layanan, pengembangan perpustakaan, dan kerjasama perpustakaan, karena TIK tersebut dapat disesuaikan dengan perkembangan dan tuntunan kemajuan TIK.

Artinya dengan keberadaan TIK yang diharapkan paling tidak dirasakan pemanfaatan teknolgi, dimana akses mudah digunakan/ dimanfaatkan, informasi yang diperoleh relevansi dengan tugas dan kebutuhan, dengan pengorbanan yang seimbang waktu yang dihabiskan untuk mencari. Dengan kata lain dapat tercapai efektivitas kualitas pencarian, sekaligus mendaya upayakan pemujstaka dalam kerangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Nampak dalam bagan ilustrasi pemanfaatan teknologi, sbb.:


Gambar 3 : Pemanfaatan Teknolgi






5. EFEKTIVITAS UU & PROSES PENYIAPAN RPP

Undang undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 November 2007. Undang undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, artinya mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 November 2007. Namun demikian disadari dengan catatan ketentuan semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang undang ini harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya undang undang ini. Untuk itu tindak lanjut dimaklumi saat ini dalam proses pembahasan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional RI, yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Standar Nasional Perpustakaan untuk segera menjadi Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Perpustakaan, dan RPP-RPP lain yang diperlukan.

Beberapa hal yang dibahas, khususnya dalam konteks ini antara lain tentang standar sarana prasarana. Khusus sarana perpustakaan, dikehendaki antara lain :

a. Setiap perpustakaan wajib memiliki sarana penyimpanan koleksi, sarana akses informasi, dan sarana layanan perpustakaan.
b. Sarana akses informasi sekurang-kurangnya berupa perabot, peralatan, perelengkapan sistem temu kembali bahan perpustakaan dan informasi.
c. Dalam hal Perpustakaan yang telah memiliki sarana sebagaimana dimaksud tersebut diatas dapat melengkapi sarana teknologi informasi dan komunikasi untuk : Pengelolaan koleksi; Penyelenggaraan layanan; Pengembangan perpustakaan; dan Kerja sama perpustakaan.
d. Sarana teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada (a) disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi.

Untuk standar pelayanan perpustakaan, beberapa hal yang diatur antara lain :

a. Standar pelayanan perpustakaan mengatur sistem layanan, jenis layanan, administrasi layanan, waktu layanan, kerjasama perpustakaan, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, manajemen dan promosi layanan perpustakaan.
b. Standar pelayanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada (a) berlaku untuk semua jenis perpustakaan.

Untuk standard tenaga perpustakaan juga mencakup kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi antara lain :

a. Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan.
b. Selain tenaga perpustakaan sebagaimana dimaksud pada (a) perpustakaan dapat memiliki tenaga ahli di bidang perpustakaan.
c. Kepala perpustakaan diangkat dari pustakawan.
d. Dalam hal tidak terdapat pustakawan sebagaimana dimaksud pada (c), kepala perpustakaan dapat diangkat dari tenaga ahli di bidang perpustakaan.
e. Tenaga teknis perpustakaan sebagaimana dimaksud pada (a) adalah tenaga non pustakawan yang secara teknis mendukung pelaksanaan fungsi perpustakaan.
f. Pustakawan, tenaga teknis perpustakaan, tenaga ahli di bidang perpustakaan dan kepala perpustakaan memiliki tugas pokok, kualifikasi, dan/atau kompetensi.

Pustakawan adalah motor penggerak perpustakaan, lebih lanjut diatur, bahwa : Pustakawan mempunyai tugas memberikan informasi yang cocok dan tepat waktu bagi pihak yang memerlukan dengan memberikan bimbingan akses pada sumber daya informasi, baik yang berada di dalam perpustakaan tempat dia bekerja maupun diluar perpustakaan dengan memanfaatkan beragam basis data, fasilitas jaringan telekomunikasi, serta kerjasama antar perpustakaan maupun dengan lembaga lainnya.

Untuk tenaga teknis perpustakaan dirincikan, bahwa : Tenaga teknis perpustakaan melaksanakan kegiatan yang bersifat membantu pekerjaan fungsional yang dilaksanakan pustakawan, serta melaksanakan pekerjaan perpustakaan lainnya yang diberikan dan/atau dialokasikan oleh atasannya untuk kepentingan efektifitas efisiensi pelayanan perpustakaan, pengelolaan perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pemustaka baik di dalam maupun di luar perpustakaan.

Untuk melengkapi pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan, nampaknya diperlukan tenaga ahli di bidang perpustakaan, sbb. :

a. Tenaga ahli di bidang perpustakaan harus memiliki kapabilitas, integritas, dan kompetensi di bidang perpustakaan.
b. Kapabilitas sebagaimana dimaksud pada (a) merupakan kemampuan, kecakapan, dan pengalaman dalam bidang perpustakaan.
c. Integritas sebagaimana dimaksud pada (a) merupakan keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan di bidang perpustakaan yang memancarkan kewibawaan, kejujuran, dan kesetiaan.
d. Kompetensi sebagaimana dimaksud pada (a) merupakan kemampuan yang mencakup aspek pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan sikap kerja yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau lembaga pendidikan yang terakreditasi.
e. Kompetensi sebagaimana dimaksud pada (a) dikembangkan oleh pusat standarisasi dan ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional.

Dalam kerangka peningkatan kompetensi, beberapa hal dirinci antara lain, sbb. :

a. Peningkatan kompetensi bagi tenaga perpustakaan dapat dilakukan melalui metode bimbingan teknis, konsultasi, coaching, praktik kerja lapangan, mentoring, supervisi, keanggotaan pada organisasi profesi pustakawan atau bentuk lain yang sejenis.
b. Peningkatan kompetensi untuk memperoleh sertifikat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan.
c. Peningkatan kompetensi sebagaimana dimaksud pada (a) dan (b) merupakan tanggungjawab kepala perpustakaan dan dilakukan secara berkelanjutan.


Sertifikasi Dan Akreditasi

Pada bagian lain yang tidak kalah menariknya adalah bahwa Perpustakaan sebagai lembaga professional dengan system baku, sementara juga harus didukung oleh pengelola atau Pustakawan yang professional yang memiliki kompetensi, untuk itulah diperlukan sertifikasi dan akreditasi. Tentang Sertifikasi dan Akreditasi Penerapan Standar, yaitu bahwa Sertifikasi sebagai proses pemberian sertifikat yang terkait dengan penerapan suatu standard tertentu dilakukan oleh pihak ketiga (Lembaga sertifikasi/Lembaga penilaian kesesuaian) yang telah terakreditasi. Sertifikat yang dimaksudkan tersebut diatas sebagai tanda bukti pengakuan formal bahwa suatu obyek tertentu (lembaga, proses, produk/ barang/ jasa, system) telah memenuhi persyaratan dalam standard yang diacu.

Akreditasi terhadap lembaga sertifikasi atau lembaga penilaian kesesuaian dilakukan oleh lembaga akreditasi yang memiliki kompetensi untuk mengakreditasi dan telah terjamin ketertelusuran kompetensinya. Lembaga akreditasi yang dimaksudkan tersebut menggunakan lembaga akreditasi yang ada atau organisasi lain yang ditunjuk oleh Perpustakaan Nasional RI.


6. STRATEGI PENGEMBANGAN
Sebagai fasilitator, secara garis besar Perpustakaan Nasional RI melaksanakan 3 langkah dalam pembangunan PDN, yaitu:
a. Mengembangkan Layanan Digital di Perpustakaan Nasional RI;
b. Melaksanakan pembinaan perpustakaan-perpustakaan mitra untuk jaringan PDN;
c. Membangun layanan PDN.

Ketiga langkah dalam pembangunan PDN tersebut diwujudkan dalam berbagai kegiatan yang mendukung pengembangan infrastruktur perpustakaan digital di Indonesia.
a. Pengembangan Infrastruktur Perpustakaan Digital Di Perpusnas RI
Untuk meningkatkan diri dari perpustakaan konvensional menjadi perpustakaan digital, Perpustakaan Nasional RI harus berubah dari perpustakaan yang hanya menyediakan layanan manual menjadi perpustakaan yang juga menyediakan layanan melalui internet. Untuk itu, dilaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur perpustakaan digital mencakup:
1). Pengembangan sistem dan jaringan komputer
a) Penyediaan perangkat keras untuk penyimpanan, pemrosesan dan akses data;
b) Pembangunan jaringan komputer dan internet;
c) Penyediaan sarana dan prasarana pendukung implementasi teknologi informasi;
d) Penyediaan domain dan sub domain untuk berbagai situs dan portal web;
e) Penyediaan sarana penelusuran informasi bagi pengguna.

2). Pengembangan perangkat lunak komputer untuk perpustakaaan
Untuk kepentingan operasional perpustakaan, termasuk perpustakaan digital, Perpustakaan Nasional telah mengembangkan sendiri perangkat lunak (program aplikasi komputer) pengelola sistem perpustakaan berbasis MARC yang dinamakan INLIS (Integrated Library System). INLIS telah dioperasikan sejak tahun 2007, menggantikan software yang digunakan sebelumnya (VTLS). INLIS dikembangkan khusus sesuai dengan kebutuhan Perpustakaan Nasional, sehingga dalam banyak hal lebih mudah dioperasikan oleh para pustakawan. Di samping itu, INLIS lebih membuka peluang bagi pengembangan software itu sendiri dengan penambahan berbagai fitur dan fasilitas bila diperlukan di kemudian hari.
3). Pengembangan koleksi digital, dilaksanakan melalui:
a) Penyediaan bahan perpustakaan dalam format digital (produksi sendiri basis preservasi dengan prioritas buku langka melalui scanning;
b) Penyediaan terbitan berkala online. Diawali 2008 dengan melanggan e-journal dan e-book, tidak kurang 9.791 judul dengan berbagai subyek pengetahuan. (Suyatno, 2008).
c) Penyediaan pangkalan data koleksi Perpustakaan Nasional sebagai sarana temu kembali informasi seluruh jenis bahan perpustakaan.

4). Pembangunan Portal Layanan Perpustakaan Nasional RI
a) Pembuatan antarmuka (interface) bagi pengguna untuk memanfaatkan Portal Layanan Perpustakan Nasional;
b) Pembuatan antarmuka (interface) bagi petugas untuk megelola (back office) Portal Layanan Perpustakaan Nasional.

5). Peningkatan SDM
a) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan untuk:
b) Peningkatan ketersediaan tenaga pengkatalog yang mampu membuat katalog online (terbacakan mesin) yang memenuhi standar MARC;
c) Peningkatan ketersediaan tenaga yang trampil memasukkan/entri data bahan perpustakaan ke pangkalan data koleksi Perpustakaan Nasional;
d) Peningkatan ketersediaan tenaga pustakawan yang mampu melaksanakan penelusuran informasi dalam pangkalan data koleksi Perpustakaan Nasional;
e) Penyediaan tenaga yang mampu mengoperasikan perangakat lunak (software) perpustakaan di Perpustakaan Nasional (INLIS).
f) Penerimaan pegawai baru dengan kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan layanan digital di Perpustakaan Nasional.

b. Pengembangan Infrastruktur Perpustakaan Mitra Untuk Jaringan PDN
Dalam paparan di atas telah dijelaskan bahwa ketersediaan infrastruktur perpustakaan digital di perpustakaan-perpustakaan di Indonesia, termasuk di 33 perpustakaan yang ditetapkan sebagai perpustakaan mitra, sangatlah beragam. Untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur di perpustakaan mitra, Perpustakaan Nasional melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pengembangan Sistem Komputer dan Jaringan
Pogram pembinaan tahun 2008 dilaksanakan dalam bentuk pemberian paket bantuan pengembangan infrastruktur, berupa bantuan pinjaman yang diberikan kepada 31 perpustakaan daerah (dua provinsi belum memliki perpustakaan daerah, yaitu Bangka Belitung dan Papua Barat), Perpustakaan Proklamator Bung Karno, Perpustakaan Bung Hatta, dan 2 perpustakaan umum di wilayah DKI. Paket bantuan yang diberikan terdiri atas:
a) Penyediaan perangkat keras, jaringan komputer (LAN);
b) Penyediaan dan instalasi program aplikasi perpustakaan QALIS yang merupakan skala kecil software INLIS yang digubakan di Perpustakaan Nasional.

2) Penyediaan SDM
Penyediaan SDM dilaksanakan melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang diikuti perwakilan dari 33 perpustakaan mitra, mencakup :
a) Pelatihan tenaga pengkatalog yang mampu menerapkan INDOMARC;
b) Pelatihan tenaga pengelola sistem komputer;
c) Pelatihan tenaga pengelola program aplikasi dan data;
d) Pelatihan tenaga untuk alih media bahan perpustakaan ke format.

3) Penyediaan Informasi Digital
Pemberian insentif berupa kegiatan digitalisasi bahan perpustakaan khas daerah tempat perpustakaan mitra berada (2009).


c. Membangun Layanan PDN
1) Penyediaan perangkat keras dan jaringan komputer
a) Penyediaan perangkat keras untuk penyimpanan, pemrosesan dan akses data Katalog Induk Nasional;
b) Penyediaan jaringan komputer dan intranet antar 33 perpustakaan mitra (2009).

2) Pengembangan perangkat lunak jaringan komputer
a) Penyediaan perangkat lunak pengelolaan pangkalan data (data warehouse) Katalog Induk Nasional;
b) Pembangunan search engine, yaitu perangkat lunak komputer yang akan beroperasi secara menerus memanen (harvesting) pangkalan-pangkalan data katalog di seluruh perpustakaan mitra untuk keperluan pengembangan pangakalan data Katalog Induk Nasional
c) Penyediaan Portal Perpustakaan Digital Nasional.

3) Penyusunan Kebijakan
a) Menyusun standar dan pedoman untuk penyelenggaraan perpustakaan digital, mencakup standar dan pedoman pengembangan koleksi digital, pengolahan, layanan, pelestarian untuk menjamin interoperabilitas antarperpustakaan.
b) Penyusunan format kerja sama antaranggota jaringan PDN.




Pada akhirnya koleksi nasional yang dapat diakses secara cepat, akurat, merata oleh pemustaka, dengan kata lain terwujudnya akses mudah, biaya akses murah, dan kebutuhan informasi terpenuhi tergambar dalam ilustrasi berikut :


Gambar 4 : Tiga Kunci Sukses


7. PENUTUP
Keberadaan perpustakaan modern atau perpustakaan digital atau e-library atau apapun namanya tidaklah akan membunuh perpustakaan tradisional (seperti yang masih menggunakan kartu katalog), tetapi justru akan saling melengkapi.
Perpustakaan Nasional RI sebagai pelaksana layanan nasional, disamping fungsi-fungsi yang lain wajib menjadi pusat jejaring perpustakaan di Indonesia yang memberikan akses informasi kepada seluruh masyarakat sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Perpustakaan Nasional RI memulai program pembangunan PDN dan bertindak sebagai sebagai fasilitator nasional sejalan dangan dukungan Komisi X DPR-RI dan himbauan UNESCO dalam UNESCO Experts Meeting on the World Digital Library pada tanggal 1 Desember 2005.
Ketersediaan infrastruktur yang memadai merupakan syarat keberhasilan pembangunan PDN, sementara kondisi perpustakaan di Indonesia yang berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur yang diperlukan saat ini sangat beragam, dari yang sangat minim sampai dengan yang sudah lebih dari memadai. Sebagai fasilitator, Perpustakaan Nasional RI menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bersifat mendukung pengembangan infrastruktur perpustakaan digital baik di Perpustakaan Nasional sendiri dan juga bersama-sama perpustakaan-perpustakaan mitra khususnya Perpustakaan Provinsi. Dengan harapan pada satu saat nanti peran Perpustakaan Provinsi sebagai kepanjangan tangan Perpustakaan Nasional mampu membangun PDN Perpustakaan Kabupaten/ Kota di wilayahnya masing-masing. Dan pada akhirnya Perpustakaan Kabupaten/ Kota sebagai kepanjangan tangan Perpustakaan Provinsi, mampu membangun PDN diwilayah Kabupaten/ Kota masing-masing, untuk dapat menjadikan perpustakaan sebagai bagian keseharian masyarakat, yang bermuara masyarakat pembelajar sebagai bagian kegiatan kecerdasan bangsa





BAHAN BACAAN


1. Dharmawan, A. Solichin. Perpustakaan Kampus Masih Menjadi Pelengkap. Seputar Indonesia, Mingu, 3 Mei 2009. Hal. 12.
2. Grand design Pembangunan Perpustakaan Digital Nasional (E-Library) 2005 - 2009. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI, 2007.
3. Kumpulan Makalah Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia (KPDI) I; Kuta, Bali Indonesia 2 – 5 Desember 2008. Denpasar : Perpustakaan Nasional RI, Universitas Kristen Petra Surabaya, Universitas Indonesia, 2008.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
5. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Perpustakaan, draf 16 April 2009.
6. Rohanda, H. Laporan Penelitian; Studi Tentang Model Komunikasi Ilmiah Penyebaran Informasi Teknologi Tepat Guna. Bandung : Pusat Penelitian Perkembangan SDM Universitas Padjadjaran, 2003.
7. Sri Purnomowati. Penerapan ISO 11620-1998 di Perpustakaan, Jakarta ; PDII-LIPI, 17 Juli 2008.
8. Supriyanto. Kebijakan Pengembangan Infrastruktur Perpustakaan Digital Nasional. Kertas Kerja Untuk Disampaikan Pada Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia Ke-1 Di Kuta Bali, 2 Desember 2008.
9. Suyatno. Pengembangan Koleksi Digital Perpustakaan Nasional RI. Makalah pada Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia I Di Kuta Bali, 2-5 Desember 2008.
10. Undang Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI, 2007.