Rabu, 09 Juni 2010

Survey dan penelitian perpustakaan untuk mengetahui kebutuhan pemustaka

Pramukti Narendra, SS
pustakawan

Perpustakaan dan Pemustaka
Belum lama saya mengunjungi sebuah perpustakaan di sebuah kota, perpustakaan yang cukup besar menurut pendapat saya, karena selain sudah cukup lama dikenal, koleksinya juga cukup banyak, dan penerapan teknologi informasinya pun sudah baik dan didukung dengan perangkat teknologi informasi yang cukup kuat serta dalam jumlah yang terbilang tidak sedikit.
Namun saya mendengar dari pengelola perpustakaan tersebut bahwa dengan berbagai kelebihan perpustakaanya tetapi belum mampu untuk mendongkrak tingkat kunjungan pemustakanya secara lebih signifikan,
apa sebab? Sampai sekarang kenyataan itu mungkin juga masih menjadi pertanyaan di kalangan para pustakawan, ataupun pengelola perpustakaan.
Berbicara mengenai perpustakaan, tentu tidak terlepas dari minimal dua unsur yang menjadi pokok dalam aktivitas di perpustakaan. Unsure pertama adalah perpustakaan dan para pengelola perpustakaan di dalamnya dan unsure yang ke dua adalah pengguna perpustakaan atau kini lebih sering disebut sebagai pemustaka, sebagai sebutan resmi sesuai dengan UU no 43 tahun 2007 tentang perpustakaan.
Bila kita mengacu pada UU tersebut, disana dikatakan bahwa perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan dan keberdayaan bangsa. Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Secara jelas pula dinyatakan bahwa perpustakaan diselenggarakan dengan tujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya bangsa Indonesia.
Adapun unsure yang berikutnya adalah pemustaka. Menurut UU 43/2007 pemustaka adalah pengguna perpustakaan yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan.
Dari definisi tersebut telah jelas bahwa perpustakaan disediakan untuk masyarakat penggunanya, demikian pula, masyarakat bila membutuhkan informasi dapat mengunjungi perpustakaan yang terdekat dengan domisili dia. Ada simbiosis saling menguntungkan diantara ke dua pihak sehingga masing masing memperoleh penegasan terhadap tugas dan fungsinya.

Namun tidak sedikit kita jumpai, bahwa perpustakaan yang ada dewasa ini, dari para pengelolanya masih merasakan bahwa keberadaannya belum mampu menjadi salah satu tujuan bagi masyarakat yang dilayani. Seperti yang pernah saya alami ketika mengunjungi sebuah perpustakaan, dan pengelolanya mengatakan bahwa masih menjadi satu tugas untuk mengetahui apa yang menjadi minat penggunanya sehinga mereka mau dating ke perpustakaan. tentu pengelola akan merasa kecewa atau setidaknya berpikir, apa yang sebenarnya yang dikehendaki oleh pengguna, sehingga pengelola perpustakaan dapat mengambil langkah tepat sasaran dan pada akhirnya langkah yang diambil mampu meningkatkan jumlah kunjungan pengguna ke perpustakaan.

Perpustakaan sebagai industri jasa informasi
Perpustakaan yang kita kelola tergolong dalam industri pemberi jasa, secara khusus adalah jasa pelayanan informasi dan ilmu pengetahuan bagi konsumen/pengguna/pemustaka. Perpustakaan juga tergolong dalam organisasi pemberi jasa nir laba, walaupun di dalamnya terdapat aktivitas keuangan namun tidak semata mata merupakan transaksi jual beli dan mendapatkan keuntungan. Transaksi keuangan sebatas pada pembayaran denda dan jasa pendaftaran anggota dan uangnya pun tentu akan dipertanggungjawabkan kepada institusi induk. Dari perspektif kelembagaan perpustakaan tergolong sebagai salah satu organisasi yang terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan pelayanannya. Perpustakaan tidak memandang golongan golongan tertentu yang hendak dilayani, dengan kata lain bahwa perpustakaan menyediakan sumber informasi yang boleh dimanfaatkan oleh siapapun yang membutuhkan informasi tersebut.
Dewasa ini perpustakaan diselenggarakan sudah semakin maju dan berkembang. Koleksinya pun makin bervariasi, dari buku teks, jurnal ilmiah, jurnal on line, bacaan fiksi, majalah, Koran, sampai ke koneksi internet gratis kini juga sudah merambah diperpustakaan. Lalu mengapa segala sesuatu yang kita sediakan ini seakan akan tak punya arti bagi pengguna kita? Apa ada yang kurang?
Pertanyaan seperti itu sering muncul baik secara informal di lingkungan kerja maupun diangkat sebagai tema dalam diskusi atau seminar resmi di kegiatan seminar di berbagai kota. Dewasa ini semua bidang usaha baik barang maupun jasa tidak luput dari satu kegiatan yang dinamakan dengan marketing/pemasaran. Dimanapun tempat, pemasaran menjadi ujung tombak kegiatan bisnis, tak luput pula lembaga perpustakaan juga perlu mendapatkan sentuhan pemasaran. Pemasaran adalah ilmu dan seni bagaimana mengelola suatu produk dan layanan agar bisa sampai kepada target pemakai atau konsumen yang diinginkan. Dikatakan ilmu karena pemasaran menggunakan metode sains dalam penerapannya. Hanya saja, karena kompleksitas aktifitas pemasaran, diperlukan pengalaman dan kreatifitas dalam melakukannya, itulah seni. Itu pula barangkali sebabnya, buat sebagian orang, marketing is fun.
Kita ibaratkan saja bahwa pemustaka kita adalah konsumen yang harus kita layani dengan baik. Dalam ilmu ekonomi secara khusus bidang pemasaran, konsumen mempunyai sifat unik berkaitan dengan perilakunya terhadap suatu produk baik barang maupun jasa. Kondisi yang demikian, di dalam ilmu marketing, identik dengan sebutan perilaku konsumen. Perilaku konsumen mempunyai arti sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,mengkonsumsi, dana menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (James Engel.1994:3)
Pertanyaan yang bisa muncul antara lain bagaimana pengguna perpustakaan dapat kita pengaruhi sehingga mereka makin terlibat aktif dalam pemanfaatan koleksi perpustakaan? Atau apa yang bisa kita upayakan agar perpustakaan makin dimanfaatkan oleh pengguna kita?
Setiap perpustakaan mempunyai target pengguna masing masing. Perpustakaan umum melayani masyarakat secara lebih luas mulai dari siswa SD hingga mahasiswa, selain itu juga melayani lapisan masyarakat lain yang beragam status sosialnya. Cukup heterogen yang dilayani oleh perpustakaan umum di seluruh Indonesia. Perpustakaan khusus melayani pengguna secara khusus antara lain perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan lembaga lembaga, yang dilayani umumnya adalah pengguna yang khusus yang tentunya ada perbedaan karakterisitik masyarakat yang dilayaninya.

Memahami Pemustaka melalui survey/penelitian
Memahami apa yang dbutuhkan konsumen/pelanggan/pengguna/pemakai berbagai macam produk maupun jasa merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kecintaan pelanggan pada layanan kita. Demikian pula di perpustakaan, kini banyak upaya dilakukan untuk melakukan pendekatan pendekatan dengan pemustaka dalam rangka menjalin hubungan yang makin harmonis dengan pemustaka, yang pada muaranya adalah terciptanya kepuasan pemustaka pada layanan perpustaka. Usaha memahami pemustaka dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara yang bisa dilakukan adalah melakukan survey ataupun penelitian untuk pemustaka. Mengapa survey dan penelitian menjadi salah satu sarana untuk memahami pemustaka kita? Secara sederhana, melalui survey dan penelitian, pemustaka akan mencurahkan isi hatinya dalam bentuk pendapat tertulis, mengenai harapan harapannya terhadap sebuah perpustakaan. Sebagai sebuah lembaga milik public, perpustakaan harus menyediakan sesuatu untuk semua orang atau bahkan semua untuk kebutuhan semua orang. Melalui survey dan penelitian, perpustakaan mampu untuk melakukan indentifikasi terhadap siapa saja yang dilayani di sebuah perpustakaan. Identifikasi pengguna perpustakaan juga dapat dijadikan acuan, dalam rangka pemberian variasi variasi layanan berdasarkan tingkat heterogenitas pemustakanya. Survey dan penelitian juga dapat dijadikan jembatan antara pengelola perpustakaan dan pemustaka untuk meningkatan kualitas layanan. Melalui survey dan penelitian akan banyak masukan masukan dari pemustaka berkaitan dengan penyelenggaraan sebuah perpustakaan. Beberapa hal yang menarik yang bisa diketahui dari penyelengaraan survey dan penelitian untuk mengetahui kebutuhan pemustaka antara lain sbb :
1. berkaitan dengan status diri, apakah yang pemustaka kita itu masih single atau sudah menikah, atau usia untuk siap menikah, dari penggolongan itu saja, kita sebagai pengelola perpustakaan bisa melakukan analisis berkaitan dengan sikap dan perlakuan kita terhadap para pemustaka
2. berkaitan dengan tingkat pendidikan dari pemustaka, ada yang berpendidikan hingga mencapai gelar guru besar akademik, tetapi ada pula yang berpendidikan setingkat SMA.
3. pemustaka kita apakah tergolong sebagai pemustaka yang aktif, atau pemustaka yang pasif. Pemustaka aktif tentu dia akan menemukan sesuatu yang menarik di perpustakaan. Dia aktif melakukan peminjaman buku, aktif membaca, aktif mencari informasi dan senang berkunjung di perpustakaan di sela waktu luangnya, situasi demikian membuat pengelola perpustakaan perlu untuk meningkatkan layanan itu. Kelompok yang demikian sering dikatakan sebagai pemustaka yang cinta pada perpustakaan.
sedangkan bagi pemustaka yang pasif, perlu kita analisis lebih jauh, apa yang membuat pemustaka hanya datang ke perpustakaan hanya untuk mencari sesuatu yang dibutuhkan. Bagaimana caranya agar perpustakaan menjadi salah satu kebutuhan untuk dikunjungi. Dibutuhkan kreativitas pengelola perpustakaan untuk menciptakan sesuatu yang menjadi daya tarik buat pemustaka.
4. ada pula pemustaka yang datang ke perpustakaan dengan tujuan untuk mendapatkan ketenangan, dengan duduk dan diam di perpustakaan. Aktivitas membacanya sedikit, tetapi dia menikmati suasana di perpustakaan, dengan dukungan hawa yang sejuk di perpustakaan dan suasana yang nyaman dan tenang.
5. kelompok yang lain lagi barangkali adalah dari golongan pegiat literasi. Kelompok ini aktif melakukan studi pustaka di berbagai perpustakaan untuk mencari berbagai sumber informasi yang kemudian dituangkan kembali dalam sebuah tulisan. Kelompok pegiat literasi dewasa ini semakin tumbuh dan berkembang di Indonesia, mereka membentuk satu wadah dalam topik yang khusus maupun juga terbuka untuk semua tema.

Masih banyak lagi kemungkinan kemungkinan yang muncul dari hasil survey dan penelitian. Metodenya pun juga bisa ditempuh dengan berbagai macam cara. Namun dari berbagai macam cara tersebut, pendekatan yang lebih banyak disukai adalah dengan melakukan wawancara dengan para pemustaka. Memang diakui bahwa pendekatan ini memakan waktu yang cukup lama, karena tidak semua pemustakan bersedia untuk diwawancarai dalam waktu yang hampir sama.
Melalui pendekatan wawancara kita pun makin memahami apa yang dikehendaki oleh pemustaka secara lebih personal. Karena setiap pemustaka memiliki kebutuhannnya masing masing terhadap sebuah perpustakaan. Pengelola perpustakaan juga dapat melakukan koreksi yang cukup efektif melalui pendekatan wawancara dengan pemustaka. Koreksi yang efektif berdasarkan harapan secara personal akan menciptakan kepuasan dalam pelayanan di perpustakaan. Kebutuhan pemustaka adalah kebutuhan yang riil, dan ada manfaat yang tidak dapat disangkal dari jasa informasi yang ditawarkan oleh perpustakaan, maka kitapun sebagai pengelola perpustakaan harus bersikap jeli terhadap pemustaka kita yang cukup heterogen. Kebijakan yang ditetapkan oleh perpustakaan baik bila bersifat sdikit lebih flexible sehingga mampu menyesuaikan dengan tuntutan pemustaka yang tidak dapat kita duga saban harinya.

Daftar Pustaka
Putu Laxman Pendit, Penelitian Ilmu Perpustakaan dan INformasi, Jakarta: JIP-FSUI, 2003

James Engel, Perilaku Konsumen Jilid 1, Jakarta : Binarupa Aksara, 1994

http://hendrowicaksono.multiply.com/journal/item/18/Segmentasi_Psikografis_Untuk_Pemakai_Perpustakaan