Selasa, 13 Oktober 2009

STANDARISASI SUMBER DAYA PERPUSTAKAAN DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI MENURUT UU NO. 43 TH 2007 TENTANG PERPUSTAKAAN 1) Oleh Supriyanto 2

1. PENDAHULUAN

Latar belakang pentingnya dibuat Undang undang perpustakaan, bahwa sesungguhnya tugas pokok dan fungsi Perpustakaan Nasional pada umumnya di setiap Negara didunia tidak ada fungsi Pembinaan. Namun demikian mengingat satu dan lain hal kondisi perpustakaan di Indonesia pada umumnya belum berkembang sebagaimana mestinya, sehingga peran Perpustakaan Nasional RI berfungsi sebagai “Perpustakaan Pembina” disamping sebagai “Pusat Jejaring Perpustakaan”, dan lain-lain. Bahkan sekarang ini diperkuat dengan Undang Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Bahwa perpustakaan Nasional RI adalah “Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai Perpustakaan Pembina, Perpustakaan Rujukan, Perpustakaan Deposit, Perpustakaan Penelitian, Perpustakaan Pelestarian dan PUSAT JEJARING PERPUSTAKAAN, serta berkedudukan di ibukota Negara”.

Sebagai Pusat jejaring perpustakaan di Indonesia, dimaksudkan memberikan akses informasi kepada seluruh masyarakat Indonesia. Salah satunya dengan dibentuknya Perpustakaan Digital Nasional (PDN), guna mewujudkan koleksi nasional yang dapat diakses secara cepat, akurat dan merata oleh pemustaka.

Keberadaaan perpustakaan digital tidak saja sebagai wujud pelaksanaan layanan yang berorientasi pada perkembangan dan tuntutan jaman, namun demikian juga sejalan dengan Manifesto International Federation for Library Asociation and Institutions (IFLA) di Glasgow, Scotlandia, 23 Agustus 2002 bahwa layanan Perpustakaan dan Informasi “merupakan lembaga dinamis yang menghubungkan manusia dengan sumber daya informasi global dan pemikiran serta karya kreatif yang mereka cari atau perlukan”. Paradigma ini mensyaratkan koleksi tercetak beralih ke dalam format elektronis atau digital.
Sebagai implementasi teknologi informasi dan komunikasi/ TIK (Information, Communication and Technology/ ICT) di perpustakaan pada umumnya dengan langkah pertama dilaksanakannya program otomasi perpustakaan.
Sumber informasi atau koleksi yang digunakan tidak selalu terbatas milik perpustakaan yang bersangkutan, dengan menggunakan teknologi jaringan dapat mengakses informasi dari berbagai sumber termasuk perpustakaan di luar negeri. Disamping penyebarluasan informasi koleksi yang menjangkau publik dimanapun mereka berada yang tidak mengenal waktu dan tempat.

Lebih lanjut dalam kesempatan Unesco Expert Meeting on the World Digital Library (WDL) pada tanggal 1 Desember 2005 yang membahas inisiatif pembangunan WDL menghendaki Perpustakaan Nasional RI sebagai fasilitator nasional pembangunan perpustakaan digital di Indonesia. Gayung bersambut dalam kesempatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada tanggal 5 Oktober 2007 dengan Komisi X DPR RI mendukung Perpustakaan Nasional RI memprioritaskan pembangunan perpustakaan Digital (disamping Perpustakaan Desa/ Kelurahan).


2. STANDARDISASI PERPUSTAKAAN

Untuk bisa melaksanakan dan memiliki kemampuan mengoperasionalkan layanan perpustakaan baik tradisional maupun modern sesuai dengan perkembangan dan tuntutan perkembangan jaman, dengan kata lain perkembangan TIK dan salah satunya Perpustakaan Digital, tentu saja diperlukan standardisasi perpustakaan. Untuk itulah dalam Undang undang perpustakaan juga diatur lebih lanjut tentang standar-standar yang diperlukan dalam kerangka pengembangan perpustakaan.

Standar perpustakaan diharapkan dan dimaksudkan sebagai acuan penyelenggaraan, pengelolaan dan pengembangan perpustakaan. Pengaturan standar secara nasional dilakukan dalam rangka membangun sistem masyarakat yang mampu mendorong, meningkatkan dan menjamin mutu barang dan /atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam kawasan pasar global. Dengan demikian sistem tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing bangsa dipasar global atau Internasional.

Standar menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah sesuatu yang dipakai sebagai contoh atau dasar yang sah bagi ukuran, takaran, dan timbangan.

Lebih lanjut dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang dimaksud dengan Standar adalah dokumen yang memuat ketentuan/ kriteria minimal yang disusun melalui proses konsensus pemangku kepentingan dan disetujui oleh lembaga resmi yang telah diakui, yang memuat aturan, pedoman, atau karakteristik kegiatan atau hasil kegiatan untuk dipergunakan secara umum dan berulang-ulang dengan tujuan mencapai tingkat keteraturan yang optimum dalam kontek.
Standarisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak terkait.

Standar Nasional Perpustakaan berfungsi sebagai acuan penyelenggaraan, pengelolaan dan pengembangan perpustakaan. Standar Nasional Perpustakaan bertujuan menjamin mutu perpustakaan dalam rangka memberikan pelayanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Adapun lingkup Standar Nasional Perpustakaan, yang dikehendaki dalam Undang undang meliputi 6 standar, sbb. :

a. Standar koleksi perpustakaan;
b. Standar sarana dan prasarana perpustakaan;
c. Standar pelayanan perpustakaan;
d. Standar tenaga perpustakaan;
e. Standar penyelenggaraan perpustakaan; dan
f. Standar pengelolaan.

Prinsip Standar Nasional Perpustakaan, yaitu Perpustakaan dikembangkan dengan prinsip transparansi dan keterbukaan, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren dan dimensi pengembangan.
Untuk menjamin keberlangsungan pertumbuhan dan menjaga konsistensi kualitas kegiatan dalam pengembangan dan penerapan standar nasional perpustakaan dan standar teknis perpustakaan, perlu ditangani secara serius dan professional oleh suatu unit kerja khusus sistem standardisasi perpustakaan dilingkungan Perpustakaan Nasional RI. Disamping itu untuk mengefektifkan kelembagaan dan menekan beban Negara, Perpustakaan Nasional wajib memanfaatkan, mengembangkan dan melakukan kerjasama dengan lembaga lain yang memiliki kekuatan hukum untuk menangani dan bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional seperti Badan Standardisasi Nasional (BSN), Badan Nasional Standar Profesi (BNSP) Departemen Tenaga Kerja, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Departemen Pendidikan Nasional.

Nampak dalam gambar Sistem Standardisasi Di Indonesia, sbb.:


Gambar 1 : Sistem Standardisasi

Sekedar membandingkan dan untuk dicermati lanjut dengan terbitnya ISO 11620-1998 tentang indikator kinerja Perpustakaan pada tahun 1998 (International for Standardization 1998) merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu dan menjadi rujukan dalam penyusunan pedoman untuk mengevaluasi kinerja perpustakaan (Sri Purnomowati, 2007). Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2000 PDII-LIPI melakukan kegiatan pemilihan indikator kinerja perpustakaan yang bertujuan untuk menentukan indikator kinerja yang sesuai untuk mengukur kinerja PDII-LIPI.


Hasil pembahasan oleh sebuah tim kerja beranggotakan 16 orang perwakilan dari Bidang/Bagian yang ada di PDII-LIPI berhail dipilih 15 indikator diantara 29 indikator yang tersedia dalam ISO 11620-1998, yaitu 1. Kepuasan Pemakai; 2. Persentasi Target Populasi Yang Dicapai; 3. Kunjungan Ke Perpustakaan Per Kapita; 4. Ketersediaan Judul Dokumen; 5. Penggunaan Di Perpustakaan Per Kapita; 6. Tingkat Penggunaan Dokumen; 7. Peminjaman Per Kapita; 8. Tingkat Ketepatan Jawaban; 9. Tingkat Keberhasilan Penelusuran Melalui Katalog Judul; 10. Tingkat Keberhasilan Penelusuran Melalui Katalog Subyek; 11. Ketersediaan Fasilitas; 12. Tingkat Penggunaan Fasilitas; 13. Tingkat Keterisian Kursi; 14. Ketersediaan Sistem Otomasi; dan 15. Waktu Median Dokumen.

Standar Internasional ISO 11620-1998 mengenai indikator kinerja perpustakaan yang resmi diterbitkan pada tahun 1998 tersebut, dapat digunakan untuk mengukur kinerja semua jenis perpustakaan. Pengukuran indikator kinerja perpustakaan dimaksudkan untuk membandingkan kinerja suatu perpustakaan dari waktu ke waktu atau dengan alasan yang sangat kuat, dapat juga digunakan untuk membandingkan kinerja perpustakaan yang satu dengan yang lain dengan mempertimbangkan perbedaaan misi perpustakaan, indikator yang digunakan dan hati-hati dalam mengintepretasikan data.


3. BEBERAPA PERMASALAHAN

Seharusnya perpustakaan di Republik ini maju, tumbuh dan berkembang, oleh karena sejak awal para pendiri bangsa (founding fathers) ini sudah memikirkan arti penting perpustakaan.
Jauh sebelum Perpustakaan Nasional RI lahir sejak awal kemerdekaan, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) waktu itu sudah menyiapkan Biro Perpustakaan yang berkembang menjadi Pusat Pembinaan Perpustakaan sebelum bergabung dengan Perpustakaan Nasional RI.
Secara parsial peraturan perundangan berbagai jenis perpustakaan telah lahir, dari perpustakaan negara di daerah sebagai perpustakaan pembina di daerah sekaligus berperan sebagai perpustakaan umum seperti Perpustakaan Negara Yogyakarta menjelang 1950, awal 1950 Semarang, Padang, Ambon, dan seterusnya yang berkembang menjadi Perpustakaan Wilayah (Perpuswil), Perpustakaan Daerah (Perpusda) sampai Perpustakaan Nasional Provinsi (Perpusnasprov). Dan sekarang setelah era otonomi dengan berbagai macam nomenklatur, dan macam ragam bergabung dengan berbagai instansi. Belum lagi Perpustakaan Khusus, Perpustakaan Perguruan Tinggi dan Perpustakaan Sekolah.

Pada umumnya masih menganggap perpustakaan sebagai sarana pendukung, bahkan sebagai pelengkap penderita. Menurut Kepala Auditor System & Services Certification (SGS) Internasional, sebagai lembaga sertifikasi ISO di Indonesia Sholichin A Darmawan (2009) mengatakan, umumnya kampus memandang perpustakaan hanya sebagai sarana pendukung, bukan lembaga yang bias dikembangkan secara mandiri. “Sebagai fasilitas pendukung, akhirnya perpustakaan tidak bias berkembang dengan baik untuk mencapai delapan standard yang ditentukan” ujarnya seusai penyerahan ISO 9001-2008 di Perpustakaan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta 2 Mei 2009.
Padahal sesungguhnya perpustakaan sebagai lembaga yang secara mandiri dapat dikembangkan. Bahkan dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota, bahwa perpustakaan adalah merupakan salah satu urusan wajib (bukan lagi urusan pilihan), yang semestinya harus dilaksanakan dan “berdosa” kalau tidak dilaksanakan.

Tengok saja beban kerja dan kegiatan kepustakaan dan kepustakawanan yang diwadahi dalam wujud organisasi kelembagaan perpustakaan, sebagaimana diakui dalam UU bahwa yang dimaksud dengan Perpustakaan, adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/ atau karya rekam secara professional dengan sistem baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Artinya bahwa perpustakaan sebagai lembaga profesional dengan sistem baku, tetapi ternyata apresiasi dan kenyataan di lapangan belum sebaik yang diinginkan. Demikian juga tatkala lembaga perpustakaan sebagai lembaga profesional, artinya juga harus diurus oleh orang-orang yang profesional, bukan pegawai-pegawai unskill (tidak terpakai apalagi pegawai buangan) ditempatkan di perpustakaan. Dikehendaki dalam Undang Undang, bahwa Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/ atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Artinya bahwa seorang pustakawan memiliki kompetensi, seorang akademisi dan pada saatnya nanti juga disertifikasi.

Permasalahan umum pada era otonomi, era demokratisasi belum lagi tuntutan dan perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi setiap peraturan perundang- undangan apapan bentuknya jelas merupakan sebuah gagasan, ide yang sudah semestinya merupakan dinamika yang berkembang baik, namun demikian ternyata masih memunculkan beberapa permasalahan-permasalahan umum sebagai bagian dari representasi peradaban/ budaya bangsa, antara lain :

a. Belum terwujudnya transparansi dan keterbukaan; mulai tahap program, perumusan sampai dengan tahap penetapan.
b. Konsensus dan tidak memihak; dengan kata lain dapat menyalurkan kepentingan dan perlakuan secara adil.
c. Efektif dan relevan, dimana memperhatikan dan mefasilitasi kebutuhan-kebutuhan pasar dalam hal ini kebutuhan pemustaka (pengunjung, pemakai) dan pegawai perpustakaan (pustakawan).
d. Koheren, artinya tidak terisolasi dengan perkembangan dan tuntutan jaman baik nasional, global ataupun internasional.
e. Dimensi pengembangan, dengan memperhatikan kepentingan public (masyarakat) dan nasional dalam meningkatkan daya saing bangsa.

Permasalahan-permasalahan umum yang mengemuka tersebut, dilingkungan masyarakat pada umumnya dan perpustakaan sendiri mau tidak mau juga muncul permasalahan khusus, seperti terbatasnya terbitan/ publikasi (Indonesiaku kurang buku), perkembangan dan tuntutan teknologi, informasi dan komunikasi, keterbatasan keberaksaraan informasi (Information literacy), dan lain sebagainya.
Sedikit tentang perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi dapat digambarkan perkembangan dari perpustakaan tradisional menuju perpustakaan modern atau perpustakaan digital, dapat diilustrasikan gambar berikut.


Gambar 2 : Perkembangan TIK


4. PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK)

Misi sederhana sebuah perpustakaan adalah bagaimana memberikan layanan dan memberdayakan koleksi bahan pustaka, artinya bahwa tatkala sudah ada buku (baca Informasi) carikan pembacanya, dan tatkala ada pembacanya carikan bukunya (informasinya). Misi ini dapat terselenggara dengan baik tatkala kebiasaan membaca sudah baik, sebaliknya misi ini dapat terwujud dengan baik tatkala terselenggara ketersediaan buku (informasi) yang diperlukan, kenyamanan, kemudahan, dan sebagainya.

Dalam Undang undang diatur bagaimana koleksi perpustakaan agar lebih berdaya guna dan berhasil guna, bahwa :

a. Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
b. Pengembangan koleksi perpustakaan sebagaimana dimaksud pada (a) tersebut dilakukan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
c. Bahan perpustakaan yang dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan disimpan sebagai koleksi khusus Perpustakaan Nasional.
d. Koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada (c) tersebut digunakan secara terbatas.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada (c) tersebut dan penggunaan secara terbatas sebagaimana dimaksud pada (d) tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Demikian juga bagaimana pengelola perpustakaan atau Pustakawan dapat memperlakukan Layanan Perpustakaan, sbb.:

a. Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pemustaka.
b. Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan berdasarkan standar nasional perpustakaan.
c. Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
d. Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada (a) tersebut dikembangkan melalui pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka.
e. Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka.
f. Layana perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama antar perpustakaan.
g. Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada (f) tersebut dilaksanakan melaui jejaring telematika.


Dalam kerangka pendayagunaan koleksi dan layanan perpustakaan setiap perpustakaan wajib memiliki sarana dan prasarana perpustakaan; yang memenuhi persyaratan aspek teknologi, kontribusi, lingkungan, efektifitas, efisiensi dan kecukupan. Khususnya sarana dan prasarana layanan dalam kerangka akses informasi sekurang-kurangnya berupa perabot, peralatan, perlengkapan sistem temu kembali bahan perpustakaan dan informasi. Sarana TIK, dapat dilengkapi guna pengelolaan koleksi, penyelengaraan layanan, pengembangan perpustakaan, dan kerjasama perpustakaan, karena TIK tersebut dapat disesuaikan dengan perkembangan dan tuntunan kemajuan TIK.

Artinya dengan keberadaan TIK yang diharapkan paling tidak dirasakan pemanfaatan teknolgi, dimana akses mudah digunakan/ dimanfaatkan, informasi yang diperoleh relevansi dengan tugas dan kebutuhan, dengan pengorbanan yang seimbang waktu yang dihabiskan untuk mencari. Dengan kata lain dapat tercapai efektivitas kualitas pencarian, sekaligus mendaya upayakan pemujstaka dalam kerangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Nampak dalam bagan ilustrasi pemanfaatan teknologi, sbb.:


Gambar 3 : Pemanfaatan Teknolgi






5. EFEKTIVITAS UU & PROSES PENYIAPAN RPP

Undang undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 November 2007. Undang undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, artinya mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 November 2007. Namun demikian disadari dengan catatan ketentuan semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang undang ini harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya undang undang ini. Untuk itu tindak lanjut dimaklumi saat ini dalam proses pembahasan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional RI, yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Standar Nasional Perpustakaan untuk segera menjadi Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Perpustakaan, dan RPP-RPP lain yang diperlukan.

Beberapa hal yang dibahas, khususnya dalam konteks ini antara lain tentang standar sarana prasarana. Khusus sarana perpustakaan, dikehendaki antara lain :

a. Setiap perpustakaan wajib memiliki sarana penyimpanan koleksi, sarana akses informasi, dan sarana layanan perpustakaan.
b. Sarana akses informasi sekurang-kurangnya berupa perabot, peralatan, perelengkapan sistem temu kembali bahan perpustakaan dan informasi.
c. Dalam hal Perpustakaan yang telah memiliki sarana sebagaimana dimaksud tersebut diatas dapat melengkapi sarana teknologi informasi dan komunikasi untuk : Pengelolaan koleksi; Penyelenggaraan layanan; Pengembangan perpustakaan; dan Kerja sama perpustakaan.
d. Sarana teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada (a) disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi.

Untuk standar pelayanan perpustakaan, beberapa hal yang diatur antara lain :

a. Standar pelayanan perpustakaan mengatur sistem layanan, jenis layanan, administrasi layanan, waktu layanan, kerjasama perpustakaan, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, manajemen dan promosi layanan perpustakaan.
b. Standar pelayanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada (a) berlaku untuk semua jenis perpustakaan.

Untuk standard tenaga perpustakaan juga mencakup kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi antara lain :

a. Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan.
b. Selain tenaga perpustakaan sebagaimana dimaksud pada (a) perpustakaan dapat memiliki tenaga ahli di bidang perpustakaan.
c. Kepala perpustakaan diangkat dari pustakawan.
d. Dalam hal tidak terdapat pustakawan sebagaimana dimaksud pada (c), kepala perpustakaan dapat diangkat dari tenaga ahli di bidang perpustakaan.
e. Tenaga teknis perpustakaan sebagaimana dimaksud pada (a) adalah tenaga non pustakawan yang secara teknis mendukung pelaksanaan fungsi perpustakaan.
f. Pustakawan, tenaga teknis perpustakaan, tenaga ahli di bidang perpustakaan dan kepala perpustakaan memiliki tugas pokok, kualifikasi, dan/atau kompetensi.

Pustakawan adalah motor penggerak perpustakaan, lebih lanjut diatur, bahwa : Pustakawan mempunyai tugas memberikan informasi yang cocok dan tepat waktu bagi pihak yang memerlukan dengan memberikan bimbingan akses pada sumber daya informasi, baik yang berada di dalam perpustakaan tempat dia bekerja maupun diluar perpustakaan dengan memanfaatkan beragam basis data, fasilitas jaringan telekomunikasi, serta kerjasama antar perpustakaan maupun dengan lembaga lainnya.

Untuk tenaga teknis perpustakaan dirincikan, bahwa : Tenaga teknis perpustakaan melaksanakan kegiatan yang bersifat membantu pekerjaan fungsional yang dilaksanakan pustakawan, serta melaksanakan pekerjaan perpustakaan lainnya yang diberikan dan/atau dialokasikan oleh atasannya untuk kepentingan efektifitas efisiensi pelayanan perpustakaan, pengelolaan perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pemustaka baik di dalam maupun di luar perpustakaan.

Untuk melengkapi pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan, nampaknya diperlukan tenaga ahli di bidang perpustakaan, sbb. :

a. Tenaga ahli di bidang perpustakaan harus memiliki kapabilitas, integritas, dan kompetensi di bidang perpustakaan.
b. Kapabilitas sebagaimana dimaksud pada (a) merupakan kemampuan, kecakapan, dan pengalaman dalam bidang perpustakaan.
c. Integritas sebagaimana dimaksud pada (a) merupakan keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan di bidang perpustakaan yang memancarkan kewibawaan, kejujuran, dan kesetiaan.
d. Kompetensi sebagaimana dimaksud pada (a) merupakan kemampuan yang mencakup aspek pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan sikap kerja yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau lembaga pendidikan yang terakreditasi.
e. Kompetensi sebagaimana dimaksud pada (a) dikembangkan oleh pusat standarisasi dan ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional.

Dalam kerangka peningkatan kompetensi, beberapa hal dirinci antara lain, sbb. :

a. Peningkatan kompetensi bagi tenaga perpustakaan dapat dilakukan melalui metode bimbingan teknis, konsultasi, coaching, praktik kerja lapangan, mentoring, supervisi, keanggotaan pada organisasi profesi pustakawan atau bentuk lain yang sejenis.
b. Peningkatan kompetensi untuk memperoleh sertifikat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan.
c. Peningkatan kompetensi sebagaimana dimaksud pada (a) dan (b) merupakan tanggungjawab kepala perpustakaan dan dilakukan secara berkelanjutan.


Sertifikasi Dan Akreditasi

Pada bagian lain yang tidak kalah menariknya adalah bahwa Perpustakaan sebagai lembaga professional dengan system baku, sementara juga harus didukung oleh pengelola atau Pustakawan yang professional yang memiliki kompetensi, untuk itulah diperlukan sertifikasi dan akreditasi. Tentang Sertifikasi dan Akreditasi Penerapan Standar, yaitu bahwa Sertifikasi sebagai proses pemberian sertifikat yang terkait dengan penerapan suatu standard tertentu dilakukan oleh pihak ketiga (Lembaga sertifikasi/Lembaga penilaian kesesuaian) yang telah terakreditasi. Sertifikat yang dimaksudkan tersebut diatas sebagai tanda bukti pengakuan formal bahwa suatu obyek tertentu (lembaga, proses, produk/ barang/ jasa, system) telah memenuhi persyaratan dalam standard yang diacu.

Akreditasi terhadap lembaga sertifikasi atau lembaga penilaian kesesuaian dilakukan oleh lembaga akreditasi yang memiliki kompetensi untuk mengakreditasi dan telah terjamin ketertelusuran kompetensinya. Lembaga akreditasi yang dimaksudkan tersebut menggunakan lembaga akreditasi yang ada atau organisasi lain yang ditunjuk oleh Perpustakaan Nasional RI.


6. STRATEGI PENGEMBANGAN
Sebagai fasilitator, secara garis besar Perpustakaan Nasional RI melaksanakan 3 langkah dalam pembangunan PDN, yaitu:
a. Mengembangkan Layanan Digital di Perpustakaan Nasional RI;
b. Melaksanakan pembinaan perpustakaan-perpustakaan mitra untuk jaringan PDN;
c. Membangun layanan PDN.

Ketiga langkah dalam pembangunan PDN tersebut diwujudkan dalam berbagai kegiatan yang mendukung pengembangan infrastruktur perpustakaan digital di Indonesia.
a. Pengembangan Infrastruktur Perpustakaan Digital Di Perpusnas RI
Untuk meningkatkan diri dari perpustakaan konvensional menjadi perpustakaan digital, Perpustakaan Nasional RI harus berubah dari perpustakaan yang hanya menyediakan layanan manual menjadi perpustakaan yang juga menyediakan layanan melalui internet. Untuk itu, dilaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur perpustakaan digital mencakup:
1). Pengembangan sistem dan jaringan komputer
a) Penyediaan perangkat keras untuk penyimpanan, pemrosesan dan akses data;
b) Pembangunan jaringan komputer dan internet;
c) Penyediaan sarana dan prasarana pendukung implementasi teknologi informasi;
d) Penyediaan domain dan sub domain untuk berbagai situs dan portal web;
e) Penyediaan sarana penelusuran informasi bagi pengguna.

2). Pengembangan perangkat lunak komputer untuk perpustakaaan
Untuk kepentingan operasional perpustakaan, termasuk perpustakaan digital, Perpustakaan Nasional telah mengembangkan sendiri perangkat lunak (program aplikasi komputer) pengelola sistem perpustakaan berbasis MARC yang dinamakan INLIS (Integrated Library System). INLIS telah dioperasikan sejak tahun 2007, menggantikan software yang digunakan sebelumnya (VTLS). INLIS dikembangkan khusus sesuai dengan kebutuhan Perpustakaan Nasional, sehingga dalam banyak hal lebih mudah dioperasikan oleh para pustakawan. Di samping itu, INLIS lebih membuka peluang bagi pengembangan software itu sendiri dengan penambahan berbagai fitur dan fasilitas bila diperlukan di kemudian hari.
3). Pengembangan koleksi digital, dilaksanakan melalui:
a) Penyediaan bahan perpustakaan dalam format digital (produksi sendiri basis preservasi dengan prioritas buku langka melalui scanning;
b) Penyediaan terbitan berkala online. Diawali 2008 dengan melanggan e-journal dan e-book, tidak kurang 9.791 judul dengan berbagai subyek pengetahuan. (Suyatno, 2008).
c) Penyediaan pangkalan data koleksi Perpustakaan Nasional sebagai sarana temu kembali informasi seluruh jenis bahan perpustakaan.

4). Pembangunan Portal Layanan Perpustakaan Nasional RI
a) Pembuatan antarmuka (interface) bagi pengguna untuk memanfaatkan Portal Layanan Perpustakan Nasional;
b) Pembuatan antarmuka (interface) bagi petugas untuk megelola (back office) Portal Layanan Perpustakaan Nasional.

5). Peningkatan SDM
a) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan untuk:
b) Peningkatan ketersediaan tenaga pengkatalog yang mampu membuat katalog online (terbacakan mesin) yang memenuhi standar MARC;
c) Peningkatan ketersediaan tenaga yang trampil memasukkan/entri data bahan perpustakaan ke pangkalan data koleksi Perpustakaan Nasional;
d) Peningkatan ketersediaan tenaga pustakawan yang mampu melaksanakan penelusuran informasi dalam pangkalan data koleksi Perpustakaan Nasional;
e) Penyediaan tenaga yang mampu mengoperasikan perangakat lunak (software) perpustakaan di Perpustakaan Nasional (INLIS).
f) Penerimaan pegawai baru dengan kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan layanan digital di Perpustakaan Nasional.

b. Pengembangan Infrastruktur Perpustakaan Mitra Untuk Jaringan PDN
Dalam paparan di atas telah dijelaskan bahwa ketersediaan infrastruktur perpustakaan digital di perpustakaan-perpustakaan di Indonesia, termasuk di 33 perpustakaan yang ditetapkan sebagai perpustakaan mitra, sangatlah beragam. Untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur di perpustakaan mitra, Perpustakaan Nasional melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pengembangan Sistem Komputer dan Jaringan
Pogram pembinaan tahun 2008 dilaksanakan dalam bentuk pemberian paket bantuan pengembangan infrastruktur, berupa bantuan pinjaman yang diberikan kepada 31 perpustakaan daerah (dua provinsi belum memliki perpustakaan daerah, yaitu Bangka Belitung dan Papua Barat), Perpustakaan Proklamator Bung Karno, Perpustakaan Bung Hatta, dan 2 perpustakaan umum di wilayah DKI. Paket bantuan yang diberikan terdiri atas:
a) Penyediaan perangkat keras, jaringan komputer (LAN);
b) Penyediaan dan instalasi program aplikasi perpustakaan QALIS yang merupakan skala kecil software INLIS yang digubakan di Perpustakaan Nasional.

2) Penyediaan SDM
Penyediaan SDM dilaksanakan melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang diikuti perwakilan dari 33 perpustakaan mitra, mencakup :
a) Pelatihan tenaga pengkatalog yang mampu menerapkan INDOMARC;
b) Pelatihan tenaga pengelola sistem komputer;
c) Pelatihan tenaga pengelola program aplikasi dan data;
d) Pelatihan tenaga untuk alih media bahan perpustakaan ke format.

3) Penyediaan Informasi Digital
Pemberian insentif berupa kegiatan digitalisasi bahan perpustakaan khas daerah tempat perpustakaan mitra berada (2009).


c. Membangun Layanan PDN
1) Penyediaan perangkat keras dan jaringan komputer
a) Penyediaan perangkat keras untuk penyimpanan, pemrosesan dan akses data Katalog Induk Nasional;
b) Penyediaan jaringan komputer dan intranet antar 33 perpustakaan mitra (2009).

2) Pengembangan perangkat lunak jaringan komputer
a) Penyediaan perangkat lunak pengelolaan pangkalan data (data warehouse) Katalog Induk Nasional;
b) Pembangunan search engine, yaitu perangkat lunak komputer yang akan beroperasi secara menerus memanen (harvesting) pangkalan-pangkalan data katalog di seluruh perpustakaan mitra untuk keperluan pengembangan pangakalan data Katalog Induk Nasional
c) Penyediaan Portal Perpustakaan Digital Nasional.

3) Penyusunan Kebijakan
a) Menyusun standar dan pedoman untuk penyelenggaraan perpustakaan digital, mencakup standar dan pedoman pengembangan koleksi digital, pengolahan, layanan, pelestarian untuk menjamin interoperabilitas antarperpustakaan.
b) Penyusunan format kerja sama antaranggota jaringan PDN.




Pada akhirnya koleksi nasional yang dapat diakses secara cepat, akurat, merata oleh pemustaka, dengan kata lain terwujudnya akses mudah, biaya akses murah, dan kebutuhan informasi terpenuhi tergambar dalam ilustrasi berikut :


Gambar 4 : Tiga Kunci Sukses


7. PENUTUP
Keberadaan perpustakaan modern atau perpustakaan digital atau e-library atau apapun namanya tidaklah akan membunuh perpustakaan tradisional (seperti yang masih menggunakan kartu katalog), tetapi justru akan saling melengkapi.
Perpustakaan Nasional RI sebagai pelaksana layanan nasional, disamping fungsi-fungsi yang lain wajib menjadi pusat jejaring perpustakaan di Indonesia yang memberikan akses informasi kepada seluruh masyarakat sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Perpustakaan Nasional RI memulai program pembangunan PDN dan bertindak sebagai sebagai fasilitator nasional sejalan dangan dukungan Komisi X DPR-RI dan himbauan UNESCO dalam UNESCO Experts Meeting on the World Digital Library pada tanggal 1 Desember 2005.
Ketersediaan infrastruktur yang memadai merupakan syarat keberhasilan pembangunan PDN, sementara kondisi perpustakaan di Indonesia yang berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur yang diperlukan saat ini sangat beragam, dari yang sangat minim sampai dengan yang sudah lebih dari memadai. Sebagai fasilitator, Perpustakaan Nasional RI menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bersifat mendukung pengembangan infrastruktur perpustakaan digital baik di Perpustakaan Nasional sendiri dan juga bersama-sama perpustakaan-perpustakaan mitra khususnya Perpustakaan Provinsi. Dengan harapan pada satu saat nanti peran Perpustakaan Provinsi sebagai kepanjangan tangan Perpustakaan Nasional mampu membangun PDN Perpustakaan Kabupaten/ Kota di wilayahnya masing-masing. Dan pada akhirnya Perpustakaan Kabupaten/ Kota sebagai kepanjangan tangan Perpustakaan Provinsi, mampu membangun PDN diwilayah Kabupaten/ Kota masing-masing, untuk dapat menjadikan perpustakaan sebagai bagian keseharian masyarakat, yang bermuara masyarakat pembelajar sebagai bagian kegiatan kecerdasan bangsa





BAHAN BACAAN


1. Dharmawan, A. Solichin. Perpustakaan Kampus Masih Menjadi Pelengkap. Seputar Indonesia, Mingu, 3 Mei 2009. Hal. 12.
2. Grand design Pembangunan Perpustakaan Digital Nasional (E-Library) 2005 - 2009. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI, 2007.
3. Kumpulan Makalah Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia (KPDI) I; Kuta, Bali Indonesia 2 – 5 Desember 2008. Denpasar : Perpustakaan Nasional RI, Universitas Kristen Petra Surabaya, Universitas Indonesia, 2008.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
5. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Perpustakaan, draf 16 April 2009.
6. Rohanda, H. Laporan Penelitian; Studi Tentang Model Komunikasi Ilmiah Penyebaran Informasi Teknologi Tepat Guna. Bandung : Pusat Penelitian Perkembangan SDM Universitas Padjadjaran, 2003.
7. Sri Purnomowati. Penerapan ISO 11620-1998 di Perpustakaan, Jakarta ; PDII-LIPI, 17 Juli 2008.
8. Supriyanto. Kebijakan Pengembangan Infrastruktur Perpustakaan Digital Nasional. Kertas Kerja Untuk Disampaikan Pada Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia Ke-1 Di Kuta Bali, 2 Desember 2008.
9. Suyatno. Pengembangan Koleksi Digital Perpustakaan Nasional RI. Makalah pada Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia I Di Kuta Bali, 2-5 Desember 2008.
10. Undang Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI, 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar